Pemerintah Tegaskan Komitmen Ruang Publik Bebas dari Intoleransi

oleh -1 Dilihat
oleh
banner 468x60

Jakarta – Dalam semangat memperkuat persatuan bangsa dan menjaga harmoni sosial, semakin banyak elemen masyarakat yang menegaskan pentingnya menjaga ruang publik dari narasi intoleransi.

Kepala Pusat Penilaian Buku Agama, Lektur, dan Literasi Keagamaan (PPBAL2K) Balitbang dan Diklat Kemenag RI, M. Sidik Sisdiyanto, mengatakan peran penting penguatan literasi keagamaan yang menjadi bagian dari strategi nasional moderasi beragama oleh pemerintah agar terhindar dari Intoleransi.

banner 336x280

“Literasi keagamaan bukan sekedar memahami agama sendiri, tapi juga tentang bagaimana kita menghargai iman orang lain dan inilah yang sejalan dengan upaya pemerintah dalam memperkuat nilai-nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa,” ungkap Sidik.

Lanjut Sidik, literasi keagamaan berperan penting dalam membentuk masyarakat yang inklusif dan toleran.

“Literasi keagamaan berperan dalam mencegah radikalisme, memperkuat demokrasi, dan menghormati hak asasi manusia. Hal ini karena literasi keagamaan mencakup pemahaman konsep dasar beragama dan sikap inklusif serta bijak dalam menyikapi keberagaman,” ujarnya.

Lebih lanjut, Sidik juga mengatakan sejumlah strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan literasi keagamaan, antara lain perlunya penguatan pendidikan keagamaan, pemberdayaan lembaga keagamaan, pengembangan dialog antaragama, serta penguatan regulasi yang mendukung kerukunan.

“Di samping itu, kita perlu juga memberikan pelatihan kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat, serta kampanye moderasi beragama yang dapat dijangkau masyarakat luas seperti melalui media sosial dan program literasi digital,” paparnya.

Sementara itu, Ketua Bidang Pengkajian dan Penelitian Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Barat (Kalbar), Didi Darmadi mengatakan narasi intoleransi yang seringkali disebarkan melalui ujaran kebencian, diskriminasi, dan stereotip terhadap kelompok tertentu, menjadi ancaman serius, khususnya di kampus.

“Hasil penelitian terbaru kami menyimpulkan salah satunya bahwa generasi muda adalah kelompok paling rentan, karena sedang berada pada fase pencarian jati diri dan sangat aktif di media sosial, yang menjadi perhatian khusus pemerintah dalam penguatan karakter kebangsaan,” ujar Didi.

Menurutnya, manifestasi intoleransi di kampus mencakup penolakan pendirian tempat ibadah, diskriminasi berjilbab, intimidasi terhadap kelompok berbeda pandangan, hingga dukungan terhadap kekerasan berbasis agama dan meski masih ditemukan beberapa kasus seperti itu, pemerintah terus mendorong penyelesaian melalui pendekatan persuasif dan regulatif.

“Melalui pendekatan pentahelix yang melibatkan pemerintah, akademisi, komunitas, media, dan pelaku usaha, kita dorong kampus menjadi ruang yang toleran, aman, dan cinta tanah air sebagai bagian dari strategi nasional pemerintah membangun ekosistem pendidikan yang toleran dan berkarakter Pancasila,” tegas Didi.

Indonesia adalah rumah besar bagi semua, sudah saatnya kita memastikan bahwa setiap sudut ruang publik benar-benar mencerminkan semangat saling menghormati, gotong royong, dan persatuan dalam keberagaman.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.