Oleh: Fiki Wijaya )*
Pemerintah menegaskan bahwa pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pilkada Serentak 2024 merupakan langkah korektif yang penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Ketika ditemukan pelanggaran atau kekeliruan dalam tahapan pemilu, pelaksanaan ulang menjadi satu-satunya cara untuk memulihkan legitimasi hasil pemilihan.
PSU bukanlah tanda lemahnya sistem, tetapi justru mencerminkan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa hak pilih rakyat dijaga dan dihormati. Dalam sistem demokrasi yang sehat, evaluasi dan koreksi adalah bagian penting agar proses tetap berjalan adil dan terbuka.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Ribka Haluk, menyampaikan bahwa pemerintah menaruh perhatian besar pada pelaksanaan PSU. Ia menyatakan bahwa tahapan ini merupakan bagian dari proses demokrasi yang tidak bisa disepelekan. Pemerintah, menurutnya, bertanggung jawab memastikan seluruh penyelenggara pemilu bekerja sesuai dengan regulasi.
Ribka juga menekankan pentingnya sinergi antara KPU, Bawaslu, aparat keamanan, dan pemerintah daerah. Dalam pelaksanaan PSU, tidak boleh ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk menimbulkan ketegangan. Semua tahapan harus dikawal secara ketat agar menghasilkan proses pemilu yang jujur dan transparan.
Ia menyampaikan apresiasi kepada seluruh petugas pemilu yang tetap menjalankan tugas di lapangan, meskipun sebagian PSU digelar saat suasana Idulfitri. Pemerintah menilai pengabdian ini sebagai cermin dari semangat menjaga konstitusi dan kepercayaan masyarakat terhadap negara.
Lebih jauh, Ribka mengingatkan bahwa pengalaman PSU ini harus menjadi pelajaran penting. Menurutnya, segala bentuk kekeliruan yang terjadi di masa lalu tidak boleh terulang. Oleh karena itu, penguatan pengawasan, peningkatan profesionalisme penyelenggara, dan mitigasi risiko teknis seperti cuaca buruk harus menjadi perhatian ke depan.
Di berbagai daerah, pelaksanaan PSU justru menunjukkan antusiasme tinggi dari masyarakat. Di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, Ketua KPU Pasaman, Taufiq, mengungkapkan bahwa pelaksanaan PSU pada 19 April 2025 lalu berhasil mencapai partisipasi di atas 65 persen. Dari total 218.980 daftar pemilih tetap, sebanyak 143.049 warga hadir untuk menggunakan hak pilih mereka.
Taufiq menyampaikan bahwa angka partisipasi tersebut melebihi ekspektasi dan menunjukkan bahwa publik tetap percaya terhadap proses pemilihan yang dijalankan ulang. Masyarakat Pasaman, menurutnya, memahami bahwa PSU bukan sekadar pengulangan teknis, melainkan bentuk perbaikan yang patut didukung.
Kesiapan logistik, transparansi tahapan, dan komunikasi yang efektif menjadi kunci keberhasilan PSU di Pasaman. Taufiq menilai bahwa kerja sama antara KPU daerah dan masyarakat berjalan sangat baik. Ia juga menilai bahwa partisipasi tinggi warga merupakan sinyal positif terhadap pelaksanaan PSU yang berintegritas.
Selain dukungan teknis dan partisipasi masyarakat, pelaksanaan PSU juga mendapat sokongan kuat dari elemen masyarakat sipil. Di Papua, tokoh masyarakat Anderson Tokoro yang memimpin Kelompok Merah Putih di Kabupaten Jayapura menyatakan komitmennya untuk menjaga situasi tetap damai selama PSU Gubernur dan Wakil Gubernur Papua.
Anderson menyebut bahwa kelompoknya siap bekerja sama dengan penyelenggara dan aparat keamanan agar seluruh proses PSU berjalan tertib. Ia juga menegaskan pentingnya masyarakat tidak terpengaruh oleh provokasi atau isu negatif yang bisa merusak suasana demokratis.
Dukungan ini menunjukkan bahwa masyarakat Papua juga memahami pentingnya menjaga kelancaran proses pemilu. Anderson berharap bahwa hasil PSU nantinya bisa diterima semua pihak dan tidak kembali menimbulkan konflik. Menurutnya, menjaga stabilitas keamanan adalah bagian dari tanggung jawab kolektif dalam proses demokrasi.
Langkah korektif berupa PSU dilaksanakan atas dasar putusan Mahkamah Konstitusi. Dalam berbagai kasus, MK menilai bahwa proses pemilu sebelumnya mengandung pelanggaran prosedural atau administratif yang cukup signifikan. Karena itu, PSU dilihat sebagai bentuk pengakuan terhadap pentingnya supremasi hukum dalam sistem pemilu Indonesia.
Di sisi lain, pemerintah memastikan bahwa pelaksanaan PSU tidak akan membebani anggaran secara berlebihan. Efisiensi tetap diutamakan tanpa mengurangi kualitas pelaksanaan. Koordinasi lintas lembaga dan penggunaan sumber daya secara optimal menjadi bagian dari strategi pemerintah dalam mengawal PSU.
Pemerintah juga menyadari bahwa keberhasilan PSU sangat menentukan arah demokrasi lokal di berbagai daerah. Oleh sebab itu, PSU tidak hanya dilihat dari sisi teknis, tetapi juga dari sisi kepercayaan publik. Kinerja penyelenggara, kualitas informasi, serta netralitas aparat turut memengaruhi persepsi masyarakat terhadap hasil akhir pemilu.
Dengan PSU yang berjalan lancar di banyak wilayah, pemerintah ingin menunjukkan bahwa sistem demokrasi Indonesia mampu merespons tantangan dengan cara yang konstitusional. Koreksi dilakukan secara terbuka, proses diawasi secara ketat, dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Partisipasi masyarakat dalam PSU, baik sebagai pemilih maupun penjaga stabilitas, adalah cermin kuat dari kedewasaan politik publik. Pemerintah berharap bahwa pelaksanaan PSU menjadi momentum evaluasi menyeluruh dalam memperkuat kualitas demokrasi nasional.
Ke depan, pengalaman PSU ini harus dijadikan landasan untuk membenahi sistem secara menyeluruh. Pemerintah, penyelenggara, dan masyarakat harus tetap berada dalam satu barisan untuk menjaga integritas pemilu sebagai pondasi utama dari negara demokratis.
Dengan komitmen yang terjaga di semua lini, PSU akan tetap menjadi alat korektif yang sah, transparan, dan bermakna. Proses ini menjadi pengingat bahwa suara rakyat adalah pilar utama dalam kepemimpinan, dan kepercayaan publik hanya bisa dibangun melalui kejujuran, profesionalisme, dan keterbukaan.
)* Pemerhati Kebijakan Publik
[edRW]