Mewaspadai Aksi Indonesia Gelap Sebarkan Sikap Pesimis di Masyarakat

oleh -12 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh : Kurniawan Ramadhan )*

Aksi provokatif yang menjadikan narasi “Indonesia gelap” sebagai senjata psikologis dalam ruang publik harus ditanggapi dengan kewaspadaan kolektif. Isu ini tidak hanya berseliweran di media sosial, tetapi juga telah menjalar ke jalan-jalan dan menggugah demonstrasi di berbagai daerah.

banner 336x280

Padahal, situasi objektif Indonesia justru menunjukkan indikator kemajuan yang signifikan di banyak sektor. Oleh sebab itu, masyarakat perlu lebih jernih dan kritis dalam menyikapi informasi yang tersebar, agar tidak terjebak dalam jebakan opini manipulatif yang dapat mengganggu stabilitas nasional.

Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan keheranannya atas munculnya wacana “Indonesia gelap” dalam sebuah sarasehan ekonomi yang berlangsung di Menara Mandiri, Jakarta Selatan. Dalam forum tersebut, ia menyinggung bagaimana propaganda kebohongan bisa menjadi alat untuk menggiring opini publik ke arah yang keliru.

Mengutip teori propaganda klasik yang pernah digunakan oleh Adolf Hitler dan Joseph Goebbels, Prabowo menekankan bahwa kebohongan yang diulang-ulang dapat dengan mudah dipercaya oleh banyak orang. Fenomena ini disebutnya sebagai bagian dari perang psikologis yang sengaja dimainkan untuk menciptakan ketidakstabilan.

Melalui pendekatan keterbukaan dan penjelasan berbasis fakta serta ilmu, Prabowo menekankan bahwa propaganda semacam itu dapat dipatahkan. Ia juga mengutarakan bahwa narasi “Indonesia gelap” tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.

Dalam pandangannya, Indonesia sedang mengalami perkembangan positif, terutama di sektor pertanian dan ekonomi. Prabowo menyampaikan bahwa para petani merasa lebih sejahtera, produksi meningkat secara drastis, dan berbagai regulasi disederhanakan untuk mempercepat pertumbuhan.

Sikap serupa juga disampaikan oleh Wakil Menteri Agama, Romo HR Muhammad Syafi’i. Dalam kegiatan Studium Generale di Institut Teknologi Bandung, Romo menegaskan bahwa masa depan Indonesia cerah, khususnya di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Bahkan cuaca cerah di Bandung saat itu dianggapnya sebagai simbol optimisme yang merefleksikan arah positif perjalanan bangsa. Ia menggarisbawahi pentingnya ketahanan nasional dan keterlibatan generasi muda dalam mendukung visi Indonesia Emas 2045.

Menanggapi pertanyaan mahasiswa mengenai rendahnya ketahanan sosial budaya, Romo Syafi’i mengungkapkan bahwa pembentukan Kementerian Kebudayaan menjadi langkah strategis yang akan diambil pemerintah.

Upaya ini diharapkan mampu memperkuat jati diri nasional serta memperluas program sosial budaya yang inklusif. Ia juga menekankan pentingnya pemahaman terhadap sejarah bangsa, konstitusi, serta penguatan nilai-nilai Pancasila sebagai pondasi dalam memperkokoh ketahanan nasional.

Dalam konteks ini, generasi muda menurutnya harus menjadi garda terdepan dalam menjaga arah perjuangan bangsa. Ia mengajak mereka untuk mewaspadai doktrin-doktrin kolonialis yang memecah belah serta memperkuat solidaritas lintas identitas. Gagasan ini penting untuk memastikan bahwa semangat perjuangan bangsa tetap terjaga dan tidak tereduksi oleh pengaruh luar yang merugikan.

Lebih lanjut, Romo Syafi’i juga menekankan urgensi penerapan Ekonomi Pancasila dalam pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945. Ia berpendapat bahwa ekonomi nasional harus berpihak pada keadilan sosial, bukan semata pada inovasi pasar. Dalam pandangannya, negara harus aktif hadir dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam melindungi kelompok rentan melalui skema jaminan sosial atau “social safety net” seperti yang diatur dalam Pasal 34 UUD 1945.

Program prioritas pemerintahan seperti makan bergizi gratis dan sekolah rakyat yang diusung oleh Prabowo dan Gibran dianggapnya sebagai perwujudan nyata prinsip tersebut. Romo Syafi’i menyatakan bahwa konstitusi telah menegaskan peran negara bukan hanya sebagai pelindung, tetapi juga sebagai “orang tua” bagi rakyat yang tidak berdaya. Artinya, negara tidak boleh netral terhadap ketimpangan, melainkan harus secara aktif menjamin kebutuhan dasar masyarakat.

Menurut data Labkurtannas Lemhannas RI, ketahanan nasional Indonesia berada pada angka 2,87 yang masuk dalam kategori cukup tangguh. Dari delapan komponen utama, aspek demografi mencatatkan skor tertinggi dengan nilai 3,20 yang menunjukkan potensi besar dari bonus demografi.

Di sisi lain, aspek sosial budaya justru mendapatkan nilai terendah, yakni 2,55. Hal ini menunjukkan adanya tantangan dalam membangun kesadaran kolektif akan jati diri bangsa yang kuat dan berakar pada nilai-nilai luhur.

Sementara itu, Wakil Rektor ITB, Andryanto Rikrik Kusmara menegaskan pentingnya forum akademik seperti Studium Generale sebagai wadah penguatan wawasan kebangsaan mahasiswa. Menurutnya, sejak kemerdekaan, Indonesia telah memikul misi besar untuk menjadi bangsa yang maju dan makmur.

Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, dibutuhkan peran serta semua elemen bangsa, termasuk kampus dan masyarakat sipil. Andryanto mengajak seluruh komponen untuk membangun sinergi lintas sektor demi terciptanya kesadaran kolektif akan arah perjuangan bangsa ke depan.

Andryanto juga menekankan bahwa kampus harus berperan aktif tidak hanya dalam aspek akademik, tetapi juga dalam pembentukan kesadaran kebangsaan. Ia menyebut bahwa mahasiswa harus diberi ruang dan peluang untuk terlibat langsung dalam agenda-agenda kebangsaan yang bersifat strategis dan konstruktif. Hal ini akan memperkuat kontribusi nyata mereka dalam mewujudkan masa depan Indonesia yang adil dan sejahtera.

Narasi “Indonesia gelap” yang kini merebak justru berisiko menyesatkan jika tidak dilandasi dengan fakta dan kajian yang objektif. Pemerintah, akademisi, dan masyarakat luas sudah menunjukkan bahwa kondisi Indonesia saat ini berada pada jalur positif, baik dari aspek ekonomi, sosial, maupun budaya.

Oleh karena itu, penting bagi setiap warga untuk mengedepankan rasionalitas dalam menerima dan menanggapi informasi yang berkembang. Hanya dengan cara demikian, semangat kebangsaan dan ketahanan nasional akan tetap kokoh dalam menghadapi berbagai tantangan zaman.

)* Penulis adalah pengamat sosial

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.