Oleh : Rasyidin Johan )*
Presiden Prabowo Subianto kembali menunjukkan karakter kepemimpinannya yang tegas, adil, dan berpijak pada hukum dengan menyelesaikan sengketa empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara secara tuntas. Keputusan tersebut bukan hanya menyudahi polemik yang sempat memanas, tetapi juga menjadi preseden positif dalam pengelolaan konflik administratif wilayah di Indonesia. Dengan menjadikan dokumen resmi dan data sah sebagai landasan, langkah ini merefleksikan kualitas kepemimpinan yang tidak kompromi terhadap prinsip kebenaran.
Dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan pada 17 Juni 2025, pemerintah pusat melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa keempat pulau, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif merupakan bagian dari wilayah Provinsi Aceh. Putusan ini bukan sekadar hasil diskusi politik, melainkan didasarkan pada laporan resmi dari Kementerian Dalam Negeri dan hasil verifikasi menyeluruh terhadap dokumen yang diajukan kedua provinsi. Dengan demikian, tidak ada ruang bagi spekulasi atau manuver politis yang merugikan semangat persatuan nasional.
Langkah Presiden Prabowo menunjukkan bagaimana pendekatan berbasis data dan legalitas dapat memadamkan potensi konflik antarwilayah. Sengketa batas wilayah administratif kerap menjadi sumber ketegangan horizontal yang dapat memicu konflik identitas dan kecemburuan sosial. Namun, dalam kasus ini, penyelesaiannya justru menguatkan ikatan antarprovinsi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada pihak yang dipermalukan, dan keputusan diambil dalam semangat keadilan dan transparansi.
Respons positif pun datang dari berbagai pihak. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution hadir langsung dalam konferensi pers yang menandai selesainya konflik ini. Tak hanya menunjukkan soliditas koordinasi pusat dan daerah, kehadiran para tokoh penting itu juga menjadi simbol penerimaan terhadap keputusan final yang ditetapkan Presiden Prabowo. Ini adalah gambaran dari proses politik yang matang dan beradab, di mana penyelesaian persoalan dilakukan dalam kerangka hukum dan saling menghormati.
Apresiasi secara khusus juga disampaikan oleh berbagai elemen masyarakat di Aceh, termasuk Forum Bersama (Forbes) DPR-DPD asal Aceh dan tokoh-tokoh agama. Mereka melihat keputusan ini sebagai hasil perjuangan panjang yang akhirnya didengar dan direspons dengan bijak oleh pemerintah pusat. Terlebih, keputusan ini membuka ruang baru bagi penguatan otonomi daerah dan pengelolaan wilayah yang lebih akurat, sekaligus memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.
Keputusan yang diambil Presiden Prabowo juga menggambarkan pemahaman mendalam akan pentingnya menjaga stabilitas wilayah dalam kerangka geopolitik nasional. Sengketa kecil seperti ini, jika tidak diselesaikan dengan benar, dapat menjadi pemantik disharmoni yang lebih luas. Oleh karena itu, ketegasan yang berbasis data dan integritas hukum menjadi senjata utama dalam merawat kesatuan Indonesia yang sangat majemuk ini.
Dalam konteks pembangunan nasional, penyelesaian batas wilayah yang akurat juga memiliki implikasi penting terhadap tata kelola sumber daya, distribusi anggaran, dan perencanaan pembangunan daerah. Dengan kejelasan administratif, Pemerintah Provinsi Aceh kini memiliki dasar legal yang kuat untuk merancang dan mengeksekusi program pembangunan di empat pulau tersebut. Keuntungan ini bukan hanya milik Aceh, tetapi juga bangsa secara keseluruhan karena semakin banyak wilayah yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.
Di sisi lain, keputusan ini membuktikan bahwa kepemimpinan Prabowo tidak terjebak pada pendekatan simbolik atau populis. Ia tidak mencari jalan tengah yang kompromistis, tetapi mengambil posisi jelas yang berpihak pada kebenaran data. Ini adalah ciri pemimpin yang tidak takut mengambil keputusan penting, meski mungkin menghadapi tekanan atau resistensi dari sebagian pihak. Justru dari ketegasan itulah lahir rasa hormat dan kepercayaan.
Kepemimpinan seperti ini sangat dibutuhkan dalam era transisi pemerintahan dan modernisasi birokrasi saat ini. Keberanian dalam menyelesaikan persoalan yang selama ini mengambang adalah wujud nyata dari efektivitas pemerintahan. Masyarakat memerlukan pemimpin yang mampu menyelesaikan masalah, bukan menundanya atau melempar tanggung jawab. Prabowo menunjukkan bahwa persoalan seberat apapun dapat dituntaskan ketika keberpihakan pada hukum dan data menjadi fondasi utama dalam pengambilan kebijakan.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Muslim Ayub, juga memberikan apresiasi atas ketegasan Presiden. Ia menilai langkah ini sebagai bentuk keberpihakan pada keadilan berdasarkan dokumen autentik. Menurutnya, keempat pulau memang sejak awal berada dalam wilayah administrasi Aceh, sementara Provinsi Sumatera Utara tidak memiliki bukti sah yang dapat memperkuat klaim kepemilikan.
Keputusan Presiden Prabowo dalam menyelesaikan sengketa empat pulau ini bukan hanya menandai berakhirnya konflik administratif, tetapi juga membuka lembaran baru dalam kepemimpinan yang tegas, transparan, dan berpihak pada kepentingan nasional. Di tengah tantangan besar yang dihadapi bangsa ini, langkah seperti ini memberikan harapan bahwa Indonesia dipimpin oleh tangan yang mampu menjaga utuhnya tanah air dengan keberanian dan kebijaksanaan.
)* Penulis merupakan Pemerhati Pembangunan Aceh