MBG Dorong UMKM Lokal Tumbuh di Tengah Tekanan Ekonomi Global

oleh -4 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh : Ricky Rinaldi

Dalam kondisi ekonomi global yang penuh tantangan, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak hanya menjadi solusi pemenuhan gizi masyarakat, tetapi juga terbukti efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Program ini menciptakan efek ganda: menekan angka kekurangan gizi sekaligus membuka peluang usaha bagi masyarakat akar rumput, mulai dari petani, nelayan, hingga pelaku UMKM pengolahan pangan.

banner 336x280

Di berbagai daerah, pelaksanaan MBG telah menjadi momentum perputaran ekonomi baru. UMKM lokal yang selama ini menghadapi kendala akses pasar, kini mendapatkan kepastian permintaan secara rutin karena menjadi bagian dari rantai pasok menu makanan sehat harian. Sejumlah pelaku usaha kecil yang terlibat melaporkan peningkatan produksi hingga dua kali lipat, didorong oleh kepastian penyerapan bahan baku dari Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) di tiap kabupaten/kota.

Corporate Secretary BRI, Agustya Hendy Bernadi, menyatakan bahwa BRI ikut memperkuat peran UMKM dalam ekosistem MBG melalui akses pembiayaan. Ia menilai bahwa program MBG bukan hanya sekadar pemenuhan gizi, tetapi juga membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi lokal. Menurutnya, kehadiran perbankan seperti BRI diperlukan untuk memastikan pelaku UMKM yang terlibat dalam program ini dapat tumbuh secara sehat dan berkelanjutan.

Komitmen BRI terhadap UMKM dalam ekosistem MBG diwujudkan melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) secara khusus kepada koperasi maupun pelaku usaha binaan yang menjadi bagian dari rantai pasok program. Dukungan ini diyakini menjadi katalis pertumbuhan UMKM agar lebih kompetitif dan memiliki akses pasar berkelanjutan. Tak hanya itu, BRI juga menyediakan pendampingan usaha, digitalisasi transaksi, dan pelatihan manajemen untuk memperkuat kapasitas pelaku usaha.

Dampak positif MBG juga tercermin dari peningkatan pendapatan petani dan pelaku usaha pangan lokal. Redy Hendra Gunawan, Staf Khusus Badan Gizi Nasional (BGN), menyampaikan bahwa keberadaan program ini telah berdampak nyata terhadap kesejahteraan masyarakat desa. Ia mengungkapkan bahwa omzet petani lokal meningkat secara signifikan, dari sebelumnya sekitar Rp100 ribu per hari menjadi Rp700 ribu. Selain itu, UMKM pengolah ikan seperti bandeng mengalami peningkatan produksi hingga tiga kali lipat, disertai kenaikan serapan tenaga kerja hampir dua kali lipat dalam rangka memenuhi permintaan dari program MBG.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa MBG bukanlah program bantuan konsumtif semata, melainkan instrumen pemberdayaan ekonomi produktif. Program ini didesain untuk melibatkan sebanyak mungkin komponen ekonomi lokal, mulai dari produsen pangan, pengolah, pengemas, hingga distributor. Dengan demikian, sirkulasi ekonomi tidak berhenti di meja makan siswa penerima manfaat, tetapi mengalir ke ribuan keluarga produsen pangan lokal.

Di lapangan, pelaksanaan MBG turut memicu tumbuhnya koperasi desa, kelompok tani, dan unit usaha rumah tangga yang sebelumnya tidak memiliki akses pasar. Produk-produk lokal seperti sayuran segar, telur ayam, ikan, tahu-tempe, dan buah lokal menjadi komponen wajib dalam menu MBG. Penyerapan bahan lokal ini tidak hanya mendukung ketahanan pangan nasional, tetapi juga mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan pangan.

Pemerintah daerah yang menjadi pelaksana program MBG terus mengoptimalkan kerja sama dengan pelaku usaha mikro. Beberapa kabupaten mulai menerapkan sistem e-order berbasis aplikasi, sehingga UMKM dapat mengakses informasi kebutuhan pasokan dengan lebih cepat dan efisien. Hal ini menjadi bagian dari transformasi digital UMKM yang sejalan dengan arahan pemerintah pusat.

Keterlibatan sektor perbankan dalam pembiayaan UMKM menjadi faktor penting dalam menjaga kesinambungan usaha kecil dalam ekosistem MBG. Peran BRI dan lembaga keuangan lainnya diharapkan tidak hanya berhenti pada penyaluran kredit, tetapi juga mencakup penguatan literasi keuangan, pelatihan pengelolaan usaha, serta integrasi digitalisasi pembayaran.

Program MBG, jika dikelola secara serius dan transparan, diyakini dapat menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi berbasis komunitas. Program ini menjawab dua persoalan besar sekaligus: masalah gizi anak dan keterbatasan akses pasar bagi UMKM. Dengan pendekatan tersebut, pemerintah tidak hanya memberikan bantuan, tetapi juga membuka peluang usaha dan kemandirian ekonomi masyarakat.

Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, pelaku usaha, perbankan, dan masyarakat menjadi kunci utama keberhasilan program ini. MBG kini tidak lagi dipandang sekadar sebagai program makan siang gratis, melainkan telah menjelma menjadi gerakan ekonomi rakyat. Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) terus mendorong partisipasi aktif UMKM lokal untuk menjadi bagian dari rantai nilai MBG yang berkelanjutan.

Keberhasilan ini juga menjadi pembuktian bahwa intervensi pemerintah tidak harus selalu berupa subsidi langsung, tetapi bisa melalui ekosistem yang saling terhubung dan memperkuat. Dengan menjadikan UMKM sebagai mitra strategis, MBG memperlihatkan model pembangunan inklusif yang menyasar kesejahteraan berkelanjutan, bukan sekadar konsumsi jangka pendek.

Jika terus diperluas dan direplikasi ke sektor lainnya, skema seperti MBG berpotensi membentuk fondasi ekonomi nasional yang lebih kokoh dan tangguh. Pemerintah dan dunia usaha diharapkan terus memperkuat kolaborasi ini agar pemberdayaan ekonomi lokal menjadi bagian utama dari strategi ketahanan nasional di masa depan.

*) Peneliti Isu Strategis

[edRW]

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.