Oleh: Ratna Sari Dewi
Indonesia memasuki babak baru dalam pengelolaan kekayaan negara dengan diluncurkannya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Badan ini bukan sekadar entitas administratif, tetapi manifestasi dari visi jangka panjang pemerintah untuk menjadikan aset negara sebagai motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Di tengah tantangan global yang makin kompleks, Danantara hadir sebagai solusi inovatif dan terstruktur untuk mengonsolidasikan, mengoptimalkan, serta menginvestasikan aset negara demi mendorong kemajuan bangsa.
Fungsi utama Danantara adalah melakukan konsolidasi pengelolaan aset BUMN, yang jumlahnya mencapai 844 entitas dari berbagai sektor. Ini mencakup tidak hanya perusahaan induk, tetapi juga anak, cucu, hingga cicit usaha yang selama ini terpisah dan sering kali berjalan tanpa sinergi. Dengan dikonsolidasikan dalam satu wadah, Danantara memiliki peluang besar untuk menciptakan efisiensi tata kelola dan membuka peluang investasi berskala besar secara strategis. Langkah ini juga menjawab tantangan lama soal tumpang tindih kewenangan, ketidakefisienan investasi, serta potensi aset negara yang belum tergarap optimal.
Kehadiran Danantara memberikan ruang pengelolaan aset negara yang lebih lincah dan tidak lagi terikat pada mekanisme belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan kata lain, aset negara dipisahkan dari pembiayaan fiskal, lalu dikelola secara profesional agar menghasilkan nilai tambah ekonomi. Hal ini penting, mengingat potensi aset negara sangat besar tetapi selama ini kurang dimanfaatkan secara produktif. Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa kekayaan Danantara bahkan bisa menembus USD 1 triliun jika dikelola dengan sistem yang baik, transparan, dan akuntabel. Klaim ini bukan isapan jempol, mengingat data awal menunjukkan nilai aset yang telah dikonsolidasikan oleh Danantara mendekati angka tersebut.
Salah satu manfaat paling konkret dari Danantara adalah kemampuannya menciptakan nilai ekonomi langsung bagi masyarakat. Pemerintah menargetkan Danantara mampu menciptakan hingga tiga juta lapangan kerja, menarik investasi senilai USD 618 miliar, dan meningkatkan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga USD 235,9 miliar. Angka-angka ini bukan hanya menjadi target ambisius, tetapi fondasi yang nyata untuk memperkuat struktur ekonomi Indonesia. Dalam era persaingan global yang makin ketat, daya saing ekonomi suatu negara sangat ditentukan oleh cara negara tersebut mengelola aset dan investasinya. Maka, Danantara adalah langkah strategis untuk mengubah aset pasif menjadi sumber kekuatan ekonomi yang aktif dan produktif.
Meski demikian, keberhasilan Danantara sangat bergantung pada tata kelola yang ketat dan profesionalisme manajemen. Presiden Prabowo menekankan pentingnya menyingkirkan praktik-praktik lama yang tidak efisien maupun menyimpang, dan menggantinya dengan pendekatan baru yang berbasis pada integritas, kapabilitas, serta semangat melayani rakyat. Evaluasi menyeluruh terhadap direksi BUMN, serta penerapan prinsip meritokrasi dalam pemilihan pimpinan Danantara, menjadi prasyarat mutlak agar badan ini tidak tergelincir dalam jebakan birokrasi lama yang penuh intervensi politik.
Hal ini juga ditegaskan oleh para pakar ekonomi. Yusuf Rendy Manilet dari CORE Indonesia menyebut bahwa agar Danantara bisa sejajar dengan superholding kelas dunia seperti Temasek (Singapura) dan Khazanah Nasional (Malaysia), maka diperlukan empat syarat utama: independensi manajerial, transparansi dan akuntabilitas, kejelasan mandat, serta diversifikasi portofolio. Keempat aspek menjadi prinsip dasar Danantara yang ingin menjelma sebagai investor aktif yang profesional, bukan sekadar pengelola aset statis. Adapun mandat Danantara pun jelas murni untuk kepentingan strategis investasi.
CEO Danantara, Rosan Roeslani, telah menyampaikan bahwa badan ini dibentuk tidak untuk sepenuhnya tunduk pada mekanisme pasar. Sebaliknya, Danantara merupakan bentuk konkret intervensi pemerintah untuk memastikan arah pembangunan nasional tetap sejalan dengan amanat konstitusi, terutama Pasal 33 UUD 1945. Perekonomian Indonesia, kata Rosan, disusun atas dasar kekeluargaan dan kerja sama, bukan sekadar kompetisi bebas. Oleh karena itu, campur tangan strategis negara dalam pengelolaan aset adalah upaya menjaga kedaulatan ekonomi sekaligus memperbesar manfaat bagi rakyat banyak.
Keberadaan Danantara seharusnya juga menjadi pengingat bahwa reformasi struktural tidak cukup hanya dalam bentuk perubahan institusional. Ia harus disertai perubahan kultur birokrasi dan bisnis yang lebih modern, adaptif, dan kompetitif. Untuk itu, Danantara membuka diri terhadap partisipasi profesional dari berbagai latar belakang, tanpa diskriminasi. Promosi dan perekrutan berbasis kompetensi dan dedikasi terhadap kepentingan bangsa.
Danantara akan menjadi model baru pengelolaan aset negara yang tidak hanya unggul secara finansial, tetapi juga menjadi teladan tata kelola bagi institusi publik lainnya. Dengan manajemen yang bersih, transparan, dan profesional, Danantara akan menjelma menjadi kekuatan masa depan Nusantara sebagaimana makna namanya—kekuatan yang mampu menggerakkan energi ekonomi Indonesia secara berkelanjutan.
Pada akhirnya, keberhasilan Danantara akan diukur dari sejauh mana ia mampu menjembatani kepentingan negara dan pasar, antara efisiensi bisnis dan keadilan sosial. Danantara bukan sekadar proyek kebijakan, tetapi simbol tekad bangsa untuk bangkit, mandiri, dan berdaulat di bidang ekonomi. Maka, seluruh komponen bangsa dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi, hingga masyarakat harus turut mengawalnya agar cita-cita besar ini tidak hanya berhenti di atas kertas, tetapi terwujud nyata demi kemakmuran Indonesia.
*Penulis merupakan Pengamat Ekonomi dan Tata Kelola Aset Publik