Oleh : Fandi Ahmad )*
Pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto di Sidang Tahunan MPR pada 15 Agustus 2025 dinilai sebagai pernyataan tegas bahwa Indonesia harus keluar dari jebakan korupsi dan praktik ekonomi serakah atau serakahnomik. Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hariqo Wibawa Satria, menilai pesan tersebut merupakan peringatan keras bagi siapa pun yang merugikan kepentingan rakyat.
Dalam pandangannya, Presiden mengibaratkan negara seperti tubuh manusia yang akan mati jika darahnya terus keluar, dan para koruptor serta penganut serakahnomik adalah pihak yang menyebabkan darah itu mengalir. Pesan ini, menurut Hariqo, menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang boleh merasa kebal hukum.
Ia menjelaskan, komitmen pemberantasan korupsi yang disampaikan Presiden bukanlah sekadar retorika. Sepanjang sepuluh bulan pemerintahan Prabowo-Gibran, sudah ada puluhan kasus korupsi yang diusut, bahkan melibatkan nama-nama besar yang sebelumnya dianggap tak tersentuh. Hal ini, katanya, membuktikan bahwa Presiden tidak akan membela segelintir orang yang merugikan jutaan rakyat.
Langkah tegas tersebut juga dibarengi kebijakan memperkuat integritas lembaga peradilan, salah satunya melalui kenaikan gaji hakim hingga 280 persen. Hariqo menilai, langkah ini merupakan upaya memperkuat independensi hakim agar tidak mudah diintervensi, sekaligus memastikan penegakan hukum berjalan tanpa pandang bulu.
Ia juga mengingatkan bahwa sejak era reformasi, korupsi telah menggerogoti sendi-sendi pembangunan bangsa. Dampaknya dirasakan langsung oleh rakyat, mulai dari tertundanya perbaikan sekolah, terhambatnya pelayanan publik, hingga kasus anak-anak kekurangan gizi. Karena itu, Presiden dinilai konsisten memerangi korupsi sekaligus menekankan pentingnya efisiensi anggaran sebagaimana diamanatkan Pasal 33 Ayat 4 UUD 1945. Setiap rupiah anggaran negara, tegasnya, harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
Ketua Fraksi Gerindra DPR RI, Budisatrio Djiwandono, memandang pidato Presiden sebagai penegasan arah pembangunan nasional. Ia menilai, setelah 299 hari bekerja, Presiden mampu memaparkan capaian program sekaligus rencana ke depan secara jelas. Program makan bergizi gratis disebutnya sebagai investasi jangka panjang pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Apresiasi juga datang dari Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamuddin, yang menilai pidato tersebut mencerminkan visi seorang pemimpin berkelas dunia. Menurutnya, Presiden konsisten memberantas tambang ilegal, termasuk jika melibatkan pejabat tinggi, demi memastikan pengelolaan sumber daya alam berjalan sesuai aturan.
Dengan ketegasan pada supremasi hukum dan integritas ekonomi, pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto layak dicatat sebagai momentum penting dalam sejarah Indonesia modern. Pesannya jelas: tidak ada ruang bagi korupsi dan serakahnomik jika bangsa ini ingin melangkah menuju masa depan yang berkeadilan dan sejahtera.
Eddy Soeparno, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PAN, menilai bahwa capaian pemerintah jauh melampaui target dan ekspektasi banyak pihak. Menurutnya, keberhasilan program Makan Bergizi Gratis (MBG) patut menjadi sorotan utama.
Dalam tujuh bulan, program tersebut telah mampu menjangkau hingga sebanyak 20 juta penerima, mulai dari anak sekolah, ibu hamil, hingga kelompok rentan lainnya. Perbandingan dengan Brasil— yang bahkan memerlukan hingga selama 11 tahun untuk dapat menjangkau 40 juta anak— hal tersebut jelas membuktikan bahwa skala dan kecepatan pelaksanaan MBG di Indonesia tergolong sangat luar biasa.
Eddy juga menekankan bahwa MBG bukan hanya soal gizi semata, tetapi juga mesin penggerak ekonomi lokal. Dengan terbukanya sebanyak 290 ribu lapangan kerja baru di dapur-dapur komunitas dan meningkatnya permintaan hasil pertanian, nelayan, serta peternakan, perputaran ekonomi di desa-desa mendapat dorongan secara signifikan.
Prinsip “No one is left behind” yang digencarkan oleh pemerintah terus menjadi fondasi, di mana efisiensi anggaran diarahkan langsung untuk melangsungkan berbagai macam program pro-rakyat seperti MBG, Koperasi Merah Putih, Sekolah Rakyat, dan layanan kesehatan gratis.
Pendekatan ini menguatkan keyakinan bahwa kemerdekaan sejati tidak hanya diukur dari aspek politik, tetapi juga dari kemampuan bangsa untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya secara mandiri. Kemandirian pangan, akses pendidikan, kesehatan, serta penguatan ekonomi lokal menjadi fondasi yang tengah dibangun oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.
Pidato kenegaraan tersebut mencerminkan optimisme dan tekad kuat untuk memajukan bangsa. Bagi publik, capaian yang dipaparkan bukan sekadar janji, melainkan hasil konkret yang sudah dapat dirasakan di lapangan. Dengan program-program yang menempatkan rakyat sebagai pusat kebijakan, arah pemerintahan terlihat konsisten dalam mengusung pemerataan dan keadilan sosial.
Momentum ini menjadi penanda bahwa strategi yang dijalankan pemerintah tidak hanya reaktif terhadap tantangan, tetapi proaktif membentuk fondasi masa depan. Dengan keberhasilan di bidang pangan, koperasi, dan pengentasan kemiskinan, visi besar Indonesia Emas memiliki pijakan yang semakin kokoh.
Dukungan seluruh elemen bangsa akan menjadi kunci keberlanjutan capaian tersebut, sehingga semangat kemerdekaan yang dirayakan setiap 17 Agustus benar-benar terwujud dalam kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia. (*)
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Khatulistiwa Institute
[edRW]