Banyuwangi – Pemerintah terus berupaya meningkatkan efektivitas penyaluran bantuan sosial (bansos) melalui pemanfaatan teknologi digital. Kementerian Sosial (Kemensos) mulai menguji coba penyaluran bansos menggunakan sistem digital payment ID di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan, digitalisasi penyaluran bansos akan memberikan banyak manfaat, mulai dari percepatan distribusi, ketepatan waktu penyaluran, hingga akurasi penerima bantuan.
“Uji cobanya sudah kita mulai di Kabupaten Banyuwangi. Dengan adanya digitalisasi penyaluran bansos ini, insyaallah akan lebih cepat, tepat waktu, dan akurat, sehingga bisa sampai kepada mereka yang benar-benar berhak,” ujar Saifullah Yusuf.
Langkah ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk menjalankan proyek percontohan (pilot project) penerapan digitalisasi dalam penyaluran bantuan. Banyuwangi dipilih sebagai lokasi awal untuk menguji kelayakan sistem tersebut sebelum diimplementasikan secara nasional.
Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mochamad Firman Hidayat, menjelaskan bahwa digitalisasi bansos merupakan bagian dari program besar transformasi digital pemerintah melalui pengembangan Infrastruktur Publik Digital (Public Digital Infrastructure). Proyek ini mencakup tiga pilar utama: digital ID, data exchange platform, dan digital payment.
“Kita akan mulai dari bansos. Nantinya semua masyarakat di Banyuwangi akan diberi digital ID. Dengan digital ID, kita bisa memverifikasi identitas penerima bantuan secara akurat menggunakan biometric recognition. Jadi kita pastikan si A adalah A,” kata Firman.
Menurutnya, digital ID akan diintegrasikan dengan berbagai data administrasi pemerintah, termasuk riwayat transaksi. Integrasi ini memungkinkan pemerintah untuk memantau kelayakan penerima bantuan secara lebih transparan.
“Misalnya, jika seseorang tercatat sebagai penerima bansos, tapi memiliki empat mobil atau transaksi per bulan mencapai Rp 20 juta, artinya orang tersebut tidak layak menerima bantuan. Sistem ini akan membantu memastikan bansos tepat sasaran,” jelasnya.
Selain itu, penerima bantuan juga akan terhubung langsung dengan digital payment, sehingga proses pencairan dana dapat dilakukan tanpa perantara dan mengurangi potensi penyelewengan.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Eko Sakapurnama, menilai digitalisasi bansos merupakan langkah strategis, namun keberhasilannya memerlukan sinergi lintas sektor. Menurutnya, tantangan terbesar adalah mempercepat proses verifikasi dan memperbarui data penerima secara akurat.
“Permasalahan bansos membutuhkan kolaborasi seluruh pihak, termasuk ekosistem industri telekomunikasi, untuk membangun sistem digital yang dapat memverifikasi data secara real-time. Dengan begitu, data penerima benar-benar mencerminkan kondisi masyarakat yang berhak,” ujarnya.
Dengan adanya digitalisasi, pemerintah optimistis distribusi bansos dapat dilakukan lebih transparan dan efisien. Proyek percontohan di Banyuwangi diharapkan menjadi model yang bisa direplikasi di seluruh daerah, sehingga bantuan negara benar-benar menyasar masyarakat yang membutuhkan. [-red]
[ed]