Pemerintah Tindaklanjuti Aspirasi 17+8 dengan Kebijakan Lindungi Buruh dan Cegah PHK

oleh -1 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh : Hendri Hendrawan )*

Pemerintah terus menunjukkan keseriusannya dalam menindaklanjuti aspirasi buruh yang dikenal dengan “17+8”, sebuah kumpulan tuntutan yang selama ini diperjuangkan oleh serikat pekerja di berbagai sektor. Aspirasi tersebut mencakup 17 tuntutan utama dan 8 tambahan, yang intinya menyoroti perlindungan hak-hak pekerja, kepastian kerja, dan jaminan sosial. Dalam konteks ini, pemerintah bergerak cepat untuk memastikan kebijakan yang diambil tidak hanya sekadar respons formal, tetapi benar-benar menyentuh persoalan nyata di lapangan. Langkah ini sekaligus menjadi bentuk komunikasi politik bahwa suara buruh adalah bagian penting dalam perumusan arah pembangunan ekonomi nasional.

banner 336x280

Salah satu fokus utama dari kebijakan tindak lanjut ini adalah perlindungan terhadap buruh yang rentan menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK). Situasi global yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi, ditambah tekanan ekonomi akibat inflasi dan perlambatan industri, membuat ancaman PHK semakin nyata. Pemerintah merumuskan kebijakan yang lebih adaptif untuk mencegah perusahaan mengambil jalan pintas dengan memberhentikan pekerja. Pendekatan yang ditawarkan antara lain berupa insentif pajak bagi perusahaan yang mempertahankan tenaga kerja, serta program subsidi upah yang ditujukan kepada sektor-sektor padat karya.

Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah terus mengeluarkan kebijakan yang bertujuan untuk membuka lapangan pekerjaan. Selain itu, pemerintah juga menguatkan pengawasan terhadap praktik ketenagakerjaan yang tidak sesuai aturan. Aspirasi “17+8” menyoroti masih adanya pelanggaran, mulai dari kontrak kerja yang tidak jelas, sistem outsourcing yang merugikan, hingga persoalan upah yang tidak sesuai standar.

Langkah lain yang tak kalah penting adalah membuka ruang dialog sosial yang berkelanjutan. Pemerintah menyadari bahwa dunia kerja sangat dinamis, sehingga kebijakan tidak bisa bersifat statis. Melalui forum tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh, diharapkan lahir kesepahaman dalam mencari solusi bersama. Forum ini juga menjadi sarana untuk memastikan aspirasi “17+8” tidak berhenti sebagai dokumen tuntutan, tetapi benar-benar dijadikan rujukan dalam pengambilan keputusan strategis di sektor ketenagakerjaan.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra menegaskan Pemerintah merespons positif tuntutan tersebut. Terkait bidang hukum dan HAM, Yusril menyatakan Pemerintah menegakkan dan menjalankan hukum dengan adil, transparan, dan menjunjung tinggi HAM. Bahwa terhadap mereka yang disangka melakukan pelanggaran hukum, hak-hak asasinya tetap dilindungi. Ia juga memastikan tegaknya hukum yang adil. Yusril akan melakukan koordinasi kepada seluruh aparat penegak hukum terkait hal tersebut.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan pihaknya mendengarkan dengan terbuka dan mendorong dialog bersama untuk mencari solusi. Menurutnya, persoalan ketenagakerjaan seperti upah layak, perlindungan kontrak kerja, hingga ancaman PHK massal tidak bisa hanya dijawab dengan regulasi teknis, tetapi membutuhkan ruang komunikasi yang sehat antara pemerintah, DPR, pengusaha, dan serikat buruh. AHY menyebut, meski dirinya menjabat Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur, ia juga hadir sebagai pemimpin partai yang berkewajiban menanggapi suara publik. Ia menilai forum dialog yang dibuka DPR RI maupun pemerintah patut diapresiasi karena dapat menjadi jembatan untuk merumuskan kebijakan ketenagakerjaan yang lebih adil dan berpihak pada pekerja.

Pernyataan AHY ini juga menegaskan bahwa isu lapangan kerja harus menjadi prioritas dalam setiap kebijakan pembangunan. Di tengah tantangan global yang berpotensi mengurangi peluang kerja, partai politik maupun pemerintah perlu menunjukkan komitmen nyata untuk menjaga stabilitas ketenagakerjaan. Dialog yang inklusif diharapkan tidak hanya berhenti pada penyampaian aspirasi, tetapi menghasilkan langkah konkret seperti program peningkatan keterampilan, jaminan sosial yang lebih luas, serta dukungan terhadap industri padat karya agar tetap mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Isu ketenagakerjaan tetap menjadi salah satu inti dari aspirasi tersebut. Tuntutan mengenai upah layak, perlindungan buruh kontrak, serta dialog terbuka tentang outsourcing telah mendapat perhatian. Pemerintah menguatkan kanal dialog tripartit antara pengusaha, serikat buruh, dan negara untuk mencari solusi bersama. Dengan cara ini, suara buruh yang selama ini kerap terpinggirkan justru dijadikan bahan utama dalam merumuskan kebijakan upah minimum dan standar kerja yang lebih adil.

Pada akhirnya, tindak lanjut terhadap aspirasi “17+8” ini menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk memperkuat kepercayaan masyarakat pekerja. Perlindungan buruh bukan hanya soal hak individu, melainkan juga penopang stabilitas ekonomi dan sosial bangsa. Dengan kebijakan yang berpihak pada pekerja sekaligus memberikan ruang bagi dunia usaha untuk tumbuh sehat, pemerintah berupaya menyeimbangkan kepentingan semua pihak. Jika langkah-langkah ini dijalankan secara konsisten, bukan hanya ancaman PHK yang dapat dicegah, tetapi juga terbangun fondasi hubungan industrial yang lebih adil, harmonis, dan berkelanjutan di Indonesia.

)* Penulis merupakan Pengamat Politik

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.