Oleh: Aulia Citra )*
Pemerintah terus menunjukkan komitmennya dalam membangun sistem ketenagakerjaan nasional yang inklusif dan adaptif, dengan fokus utama pada perlindungan menyeluruh terhadap pekerja. Melalui pendekatan kolaboratif yang melibatkan dunia usaha, kebijakan ketenagakerjaan diarahkan untuk menjadi katalis pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan. Fokus kebijakan ini mencerminkan upaya serius pemerintah menciptakan lingkungan kerja yang formal, aman, dan berdaya saing tinggi, seraya menyiapkan masyarakat Indonesia menyambut visi pembangunan jangka panjang.
Dalam kerangka Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, pemerintah menargetkan terciptanya kesempatan kerja formal yang semakin dominan. Ini menjadi prioritas untuk menekan jumlah pekerja informal yang selama ini tidak memiliki perlindungan jaminan sosial maupun kepastian hukum. Pemerintah meyakini bahwa penciptaan pekerjaan formal akan meningkatkan stabilitas ekonomi rumah tangga, sekaligus memperkuat kapasitas produktif nasional.
Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan Bappenas, Maliki, menyampaikan bahwa pemerintah tengah menyiapkan revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan agar menjadi regulasi yang menguntungkan semua pihak. Langkah ini diambil dengan tetap menjunjung tinggi konstitusi, serta memastikan bahwa investasi tetap mengalir deras tanpa mengorbankan hak-hak pekerja. Reformasi ini diposisikan sebagai fondasi untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif, tempat yang ideal untuk berinvestasi, dan sistem perlindungan ketenagakerjaan yang modern.
Perubahan paradigma ini tidak hanya menyasar pekerja yang telah berada dalam sektor formal, tetapi juga memberikan jalan keluar bagi mereka yang berada di sektor informal agar dapat bermigrasi ke pekerjaan yang lebih aman dan terstruktur. Program-program pemerintah seperti Kartu Prakerja diarahkan untuk membekali pekerja dengan keterampilan baru dan meningkatkan daya saing mereka. Upaya ini juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang menuju swasembada di sektor strategis seperti pangan, energi, dan air.
Lebih jauh lagi, penguatan regulasi ketenagakerjaan juga mencakup evaluasi terhadap praktik outsourcing. Pemerintah menyadari bahwa meskipun sistem outsourcing termasuk dalam kategori pekerjaan formal, masih terdapat celah dalam perlindungan pendapatan dan jaminan kerja. Oleh karena itu, perbaikan tata kelola dan pengawasan sistem ini menjadi prioritas untuk memastikan stabilitas ekonomi pekerja yang terdampak.
Di sisi lain, dunia usaha menunjukkan kesediaannya untuk terlibat aktif dalam proses reformasi ini. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memandang positif upaya pemerintah dalam membentuk satuan tugas bersama guna membahas substansi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru. Kadin memahami bahwa tantangan dalam proses pembentukan regulasi tersebut tidak ringan, namun mengapresiasi pendekatan dialogis yang ditempuh pemerintah. Harapan besar disematkan pada kemitraan ini untuk melahirkan kebijakan yang adil dan responsif terhadap dinamika ekonomi.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, menilai bahwa dunia usaha memiliki tanggung jawab moral untuk mendukung terciptanya kesejahteraan tenaga kerja. Ia menekankan pentingnya memastikan iklim industri tetap kondusif menyusul penyesuaian Upah Minimum Provinsi (UMP). Kadin juga menyuarakan pentingnya peningkatan produktivitas sebagai prasyarat bagi kenaikan upah yang berkelanjutan. Pandangan ini menunjukkan adanya pemahaman bersama antara pemerintah dan pelaku usaha tentang pentingnya harmoni antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan pekerja.
Kadin juga mendorong agar tidak terjadi pemberhentian tenaga kerja secara masif sebagai dampak penyesuaian kebijakan. Menurut organisasi ini, stabilitas ketenagakerjaan harus menjadi tujuan bersama. Oleh karena itu, seluruh pemangku kepentingan diimbau untuk memprioritaskan dialog dan pendekatan rasional dalam menghadapi transisi regulasi ketenagakerjaan.
Wakil Ketua Umum Kadin, Shinta Kamdani, menyampaikan bahwa penyesuaian terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan regulasi ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Kadin menilai bahwa ini merupakan bagian dari proses hukum yang mesti dihormati. Dalam konteks ini, kolaborasi antara Kadin dan Kementerian Ketenagakerjaan akan difokuskan pada diskusi berbasis data dan riset yang aktual, terutama dari industri-industri padat karya yang selama ini menjadi penyerap tenaga kerja terbesar.
Pemerintah telah memberikan sinyal kuat bahwa agenda perlindungan pekerja tidak akan berjalan sendiri. Kemitraan dengan dunia usaha bukan hanya bentuk pembagian beban, melainkan kolaborasi strategis dalam membentuk masa depan ketenagakerjaan nasional. Dengan pendekatan ini, Indonesia diharapkan mampu menciptakan sistem ketenagakerjaan yang adaptif terhadap perubahan global, namun tetap berlandaskan pada keadilan sosial dan kepastian hukum bagi seluruh tenaga kerja.
Langkah-langkah ini menegaskan bahwa perlindungan pekerja bukanlah hambatan bagi investasi, melainkan fondasi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Pemerintah, dengan didukung oleh dunia usaha, bergerak bersama menciptakan ketenagakerjaan yang bermartabat sebagai elemen penting dalam meraih visi Indonesia Emas 2045.
Langkah ini diperkuat dengan upaya pemerintah mendorong digitalisasi ekosistem ketenagakerjaan, termasuk dalam sistem pelaporan dan pengawasan ketenagakerjaan secara daring. Melalui transformasi digital, pemerintah ingin memastikan bahwa hak-hak pekerja dapat dipantau secara real time dan akuntabel, sekaligus meningkatkan efisiensi birokrasi di lapangan.
Di samping itu, pelibatan serikat pekerja dan asosiasi pengusaha dalam proses perumusan kebijakan dijadikan sebagai mekanisme penguatan legitimasi publik. Hal ini diharapkan mampu menciptakan ruang dialog yang konstruktif dan mendorong lahirnya kebijakan yang lebih inklusif. Sinergi antara teknologi, regulasi, dan partisipasi pemangku kepentingan menjadi elemen kunci dalam menciptakan pasar tenaga kerja yang sehat dan dinamis.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute