Pemerintah terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat pelayanan kesehatan di tingkat desa melalui program pembentukan Apotek Desa. Dalam kunjungan ke Desa Cangkuang Wetan, Bandung, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan bersama Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, L. Rizka Andalucia, meninjau langsung kesiapan klinik dan apotek desa sebagai bagian dari kebijakan strategis pemerintah.
Presiden Prabowo Subianto telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Dalam inpres tersebut, salah satu unit usaha koperasi desa mencakup penyediaan layanan kesehatan berupa klinik dan apotek desa.
“Sudah ada 30 ribu Poskesdes yang bisa diintegrasikan dengan Koperasi Desa Merah Putih. Ditambah 20 ribu Pustu, total ada sekitar 50 ribu desa yang siap punya layanan kesehatan,” kata Zulkifli Hasan.
Kementerian Kesehatan menyatakan, klinik desa akan menyediakan layanan berbasis siklus hidup seperti skrining, vaksinasi, edukasi kesehatan, hingga pengobatan terbatas dan pemeriksaan laboratorium cepat.
Sementara, apotek desa akan menyediakan layanan kefarmasian meliputi pemberian obat program seperti HIV, TB, dan malaria, serta pelayanan obat resep dokter, obat bebas, herbal, suplemen kesehatan, dan alat kesehatan dasar.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), apt. Noffendri Roestam, menilai langkah Presiden sebagai ide brilian.
“Di dalam Inpres disebutkan apotek desa akan tersebar di 80 ribu desa dan kelurahan. Ini langkah besar untuk mendekatkan pelayanan kesehatan,” ujarnya.
Namun, Noffendri menekankan pentingnya pengelolaan yang baik agar program tidak stagnan.
“Tugas kami di IAI adalah memastikan kesiapan tenaga apoteker agar program ini berjalan sesuai tujuan.” imbuhnya
Menkes Budi Gunadi Sadikin, menurut Noffendri, telah menawarkan pendekatan yang cerdas. “Tak perlu regulasi baru. Kita optimalkan saja 54 ribu sarana kesehatan yang sudah ada,” katanya.
Ketua Hisfarkesmas PP IAI, apt. Maria Ulfah, turut menyambut positif rencana penambahan tenaga apoteker.
“Ini angin segar. Dari 10.300 puskesmas, baru 68 persen yang punya apoteker. Sisanya masih diisi oleh tenaga kefarmasian vokasi,” ungkapnya.
Maria menekankan pentingnya apoteker sebagai penanggung jawab di apotek desa agar mampu memenuhi standar pelayanan, termasuk dalam pengelolaan anggaran dan pengadaan obat berbasis e-katalog terbaru. *