Pemerintah Ingatkan Bahaya Budaya Populer yang Promosikan Bendera Bajak Laut

oleh -2 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh: Rivka Mayangsari*)

Fenomena pengibaran bendera bajak laut yang terinspirasi dari budaya populer, seperti serial One Piece, belakangan ini memicu perhatian publik dan pemerintah. Di balik kesan hiburan dan tren anak muda, para pemangku kepentingan mengingatkan bahwa fenomena ini tidak boleh dipandang sebelah mata. Ada kekhawatiran bahwa simbol-simbol tersebut dapat menjadi pintu masuk bagi penyusupan budaya yang mengikis identitas nasional, terutama jika dibiarkan tanpa filter yang tepat.

banner 336x280

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersatu menghadapi segala bentuk upaya pemecah belah bangsa, termasuk melalui simbol-simbol budaya populer yang berpotensi memengaruhi kesadaran kolektif. Ia menyampaikan bahwa pihaknya mendeteksi adanya niat memecah persatuan melalui pengibaran bendera One Piece dan menegaskan bahwa hal itu harus ditolak serta dilawan bersama. Ia menilai tren budaya populer tidak boleh dijadikan alat untuk melemahkan ikatan kebangsaan.

Sejalan dengan pandangan tersebut, Badan Siber Ansor memberikan peringatan agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang memperuncing perbedaan atau mem-framing fenomena ini secara ekstrem. Ketua Badan Siber Ansor, Ahmad Luthfi, menjelaskan bahwa Indonesia dibangun tidak hanya dengan semangat merdeka, tetapi juga dengan tanggung jawab untuk menjaga dan merawat simbol-simbol kedaulatan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata para pendahulu bangsa.

Ia menegaskan bahwa budaya pop tidak menjadi ancaman selama dapat dikelola dengan bijak. Menurutnya, budaya populer justru bisa dimanfaatkan sebagai media penguat semangat gotong royong, persaudaraan, dan nasionalisme, asalkan identitas bangsa tidak tergerus oleh tren global yang tidak disaring secara tepat. Ia juga mengingatkan generasi muda agar bersikap cerdas dalam menyeimbangkan antara kreativitas dan etika. Kreativitas yang tidak diiringi kesadaran nasional, menurutnya, justru dapat dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk melemahkan ketahanan budaya.

Pandangan yang lebih tajam datang dari pakar intelijen, Salim Nuhuyanan, S.H., yang memandang fenomena ini bukan sekadar perilaku anak muda yang mengikuti tren. Ia menyampaikan bahwa ada kemungkinan pengibaran simbol bajak laut dimanfaatkan sebagai alat uji oleh aktor asing untuk membaca respons negara terhadap penyusupan budaya.

Ia menjelaskan bahwa pola seperti itu sering digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan ideologi dan ketahanan budaya nasional. Salim menambahkan bahwa ancaman modern tidak lagi hanya hadir dalam bentuk serangan fisik atau militer, melainkan bersifat halus dengan menyusup melalui budaya, simbol, dan media sosial. Menurutnya, simbol bajak laut dapat menjadi indikator awal dari upaya sistematis untuk melemahkan imunitas ideologis bangsa, dan jika dibiarkan, akan mengikis ketahanan tersebut sedikit demi sedikit.

Fenomena ini menunjukkan bahwa peperangan ideologi di era digital sangat berbeda dengan bentuk konvensionalnya. Persaingan antarnegara kini berlangsung pula di ranah narasi, budaya, dan persepsi publik. Penggunaan simbol yang tampak sepele dapat dimanfaatkan sebagai soft weapon untuk menggeser pandangan generasi muda, terutama jika dikaitkan dengan tren global yang mereka sukai.

Pemerintah dan elemen masyarakat sipil pun didorong untuk tidak hanya fokus pada pencegahan ancaman fisik, tetapi juga memperkuat ketahanan budaya dan ideologi. Penguatan pendidikan kebangsaan, literasi digital, dan kesadaran sejarah menjadi kunci untuk menutup celah masuknya simbol-simbol yang berpotensi merusak identitas bangsa.

Selain itu, pelibatan tokoh budaya, komunitas kreatif, dan influencer nasionalis dinilai penting untuk mengimbangi narasi tren global. Budaya pop dapat dimanfaatkan untuk memperkuat nasionalisme jika dikelola dengan narasi yang berpihak pada kepentingan bangsa.

Sebagai negara besar yang kaya budaya, Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk terus menjaga kedaulatan simbol dan makna di tengah derasnya arus globalisasi. Simbol bendera Merah Putih harus tetap menjadi ikon utama persatuan, sedangkan simbol lain yang masuk dari luar perlu dipahami konteks dan implikasinya.

Fenomena bendera bajak laut menjadi pelajaran bahwa kewaspadaan tidak boleh berkurang. Perlu ada keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab menjaga integritas ideologi negara. Melemahnya kesadaran ideologis, meskipun dimulai dari hal-hal kecil, dapat membuka jalan bagi perpecahan.

Dengan bersatu, cerdas memilah tren, dan memegang teguh nilai-nilai kebangsaan, bangsa Indonesia diyakini mampu menghadapi setiap gelombang budaya global tanpa kehilangan jati diri. Dalam hal ini, peringatan pemerintah dimaksudkan bukan sebagai larangan mutlak terhadap budaya pop, melainkan sebagai ajakan untuk memanfaatkannya secara membangun, menginspirasi, dan memperkuat semangat persatuan nasional.

Arus budaya global tidak mungkin dibendung, namun dapat diarahkan agar memperkuat karakter bangsa. Pemerintah menekankan bahwa generasi muda harus menjadi garda terdepan dalam proses ini, memastikan setiap tren yang masuk ke Indonesia menjadi peluang memperkokoh nasionalisme, bukan justru meruntuhkannya dari dalam.
Kesadaran kolektif untuk menempatkan identitas nasional di atas segalanya menjadi benteng terakhir dari infiltrasi budaya yang berpotensi melemahkan bangsa. Dengan mempertahankan nilai luhur, menghidupkan kembali semangat gotong royong, dan menolak simbol-simbol yang mereduksi jati diri Indonesia, rakyat dapat memastikan bahwa kemerdekaan yang diwariskan para pendiri bangsa tetap kokoh menghadapi badai globalisasi.

*) Pemerhati hukum

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.