Pemerintah Bantah Wacana Blokir Pembatasan Whatsapp Call dan Layanan VoIP

oleh -1 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh Indra Pratama )*

Isu mengenai kemungkinan pembatasan layanan panggilan suara dan video melalui aplikasi berbasis internet seperti WhatsApp Call telah menimbulkan gelombang kekhawatiran di tengah masyarakat. Wacana ini menyebar cepat di ruang publik, baik melalui pemberitaan media maupun media sosial, dan memicu keresahan akan potensi berkurangnya hak masyarakat dalam mengakses layanan komunikasi digital yang selama ini dianggap penting, efisien, dan murah. Namun, pemerintah dengan sigap memberikan klarifikasi, menepis segala rumor dan menegaskan bahwa tidak ada rencana pembatasan terhadap layanan WhatsApp Call maupun layanan Voice over Internet Protocol (VoIP) lainnya.

banner 336x280

Penegasan tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid. Ia menyatakan bahwa isu yang beredar merupakan informasi tidak berdasar dan cenderung menyesatkan. Pemerintah, menurutnya, justru tengah fokus pada agenda prioritas yang lebih mendesak dan strategis, seperti perluasan akses internet di wilayah tertinggal, peningkatan literasi digital masyarakat, serta penguatan perlindungan data pribadi dan keamanan siber nasional. Langkah cepat pemerintah dalam memberikan klarifikasi merupakan bentuk komitmen terhadap keterbukaan informasi dan upaya menjaga kepercayaan publik dalam pengelolaan ruang digital nasional.

Usulan pembatasan layanan WhatsApp Call sebenarnya berasal dari kalangan industri telekomunikasi, yang disampaikan kepada Kementerian Komunikasi dan Digital melalui beberapa asosiasi yang mewakili operator jaringan. Mereka menilai bahwa layanan over-the-top (OTT) asing seperti WhatsApp memanfaatkan infrastruktur jaringan nasional tanpa kontribusi yang sepadan terhadap ekosistem bisnis lokal. Namun demikian, sebagaimana dijelaskan oleh Dirjen Infrastruktur Digital Komdigi, Wayan Toni Supriyanto, pemerintah belum mengambil sikap apa pun atas usulan tersebut. Masukan dari industri masih akan dikaji secara menyeluruh, mempertimbangkan berbagai aspek dan kepentingan.

Dalam konteks ini, pemerintah menunjukkan sikap yang berhati-hati dan proporsional. Tidak semua usulan dari industri harus serta-merta diakomodasi menjadi kebijakan. Sebaliknya, perlu ada pertimbangan matang atas dampaknya terhadap masyarakat luas, khususnya terkait dengan hak akses terhadap teknologi komunikasi yang telah menjadi bagian dari kebutuhan hidup sehari-hari. Negara hadir bukan untuk menjadi perpanjangan tangan salah satu pihak, melainkan sebagai penyeimbang antara kepentingan industri dan hak publik.

Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sarwoto Atmosutarno, menyoroti pentingnya keadilan dalam ekosistem digital nasional. Ia merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran, yang menekankan bahwa kerja sama antara operator jaringan dan penyedia layanan OTT harus dilakukan dengan prinsip adil, wajar, dan non-diskriminatif. Regulasi ini diperkuat lagi oleh Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2021 yang mengatur sistem elektronik lingkup privat. Dalam pandangan Mastel, penyedia layanan digital asing seperti WhatsApp juga harus tunduk pada regulasi lokal dan ikut berkontribusi terhadap penguatan ekosistem digital Indonesia.

Isu ini menunjukkan bahwa diskursus publik seputar kebijakan digital masih rentan disalahartikan. Ketika kabar tentang pembatasan WhatsApp Call muncul, banyak pihak langsung menyimpulkan akan adanya pelarangan atau pemblokiran, padahal pemerintah belum mengeluarkan keputusan resmi. Hal ini mencerminkan pentingnya peningkatan literasi digital masyarakat, agar publik dapat memilah informasi yang benar dan tidak mudah terpengaruh oleh rumor atau narasi yang menyesatkan.

Tata kelola digital yang sehat membutuhkan sinergi dari seluruh pemangku kepentingan—pemerintah, pelaku industri, penyedia layanan OTT, hingga masyarakat sebagai pengguna akhir. Masing-masing pihak memiliki peran dan tanggung jawab dalam menciptakan ekosistem yang adil, berkelanjutan, dan mampu mendorong transformasi digital nasional ke arah yang positif. Pemerintah, berupaya terus menjadi jembatan yang menghubungkan dan menyeimbangkan berbagai kepentingan, tanpa mengorbankan hak-hak dasar masyarakat terhadap akses informasi dan komunikasi.

Penting untuk dipahami bahwa regulasi bukanlah alat pembatas inovasi, melainkan instrumen untuk memastikan bahwa setiap aktor dalam ruang digital turut bertanggung jawab terhadap dampak sosial, ekonomi, dan kedaulatan data nasional. Dalam hal penyedia OTT asing, tantangannya adalah bagaimana mereka bisa beroperasi secara legal, adil, dan memberikan manfaat bersama bagi masyarakat serta ekosistem industri lokal.

Oleh karena itu, kekhawatiran publik atas isu pembatasan WhatsApp Call sebaiknya segera diakhiri. Pemerintah telah memberikan klarifikasi yang tegas dan menyatakan tidak ada kebijakan pemblokiran atau pembatasan layanan tersebut. Yang dibutuhkan ke depan adalah diskusi yang lebih konstruktif mengenai penguatan regulasi digital yang berpihak pada keadilan dan keberlanjutan. Regulasi ini harus mampu menjamin hak publik sekaligus menciptakan iklim usaha yang sehat, kompetitif, dan inklusif bagi pelaku industri nasional maupun asing.

Ke depan, transformasi digital Indonesia harus diarahkan pada tujuan besar, yaitu membangun masyarakat digital yang cerdas, terlindungi, dan berdaya saing global. Hal ini hanya dapat dicapai jika seluruh elemen bangsa saling bersinergi dan mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan sektoral. Pemerintah, sebagai pengatur kebijakan, harus terus menjaga keseimbangan antara inovasi dan regulasi, antara industri dan publik, serta antara pertumbuhan dan perlindungan. Dengan demikian, Indonesia dapat melangkah mantap menuju kedaulatan digital yang adil, merata, dan berkelanjutan.

)* penulis merupakan pengamat kebijakan telekomunikasi

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.