Pemberantasan Korupsi Jadi Bagian Integral Reformasi Nasional

oleh -1 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh: Sintari Dewi )*

Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat pemberantasan korupsi sebagai bagian tak terpisahkan dari agenda reformasi nasional. Kesadaran bahwa korupsi menghambat pembangunan dan merusak kepercayaan publik menjadi dasar bagi pemerintah untuk menempatkan isu ini dalam prioritas utama. Melalui strategi yang menyeluruh dan kolaboratif, berbagai lembaga negara kini bergerak dalam satu arah untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.

banner 336x280

Peluncuran Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) 2025–2026 merupakan wujud nyata arah kebijakan yang diarahkan secara strategis untuk menyasar akar persoalan korupsi. Dengan tiga fokus utama—yaitu perbaikan sistem perizinan dan tata niaga, pencegahan kebocoran keuangan negara, serta penguatan penegakan hukum dan reformasi birokrasi—pemerintah menargetkan reformasi tata kelola secara menyeluruh, tidak hanya dalam lingkup kementerian dan lembaga, tetapi juga di tingkat daerah.

Kegiatan penandatanganan Surat Keputusan Bersama yang menjadi dasar implementasi Stranas PK digelar di Gedung Juang KPK dan melibatkan 67 kementerian/lembaga, 34 pemerintah provinsi, serta 22 kabupaten/kota. Dalam momen tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Letjen TNI (Purn) AM Putranto menegaskan perlunya sinergi dan evaluasi dalam pelaksanaan program ini agar hasilnya konkret dan terukur. Ia juga menekankan pentingnya forum kolaborasi yang memungkinkan seluruh pihak tetap terhubung dalam satu sistem koordinasi nasional, yang mendukung keberlanjutan program dan pencegahan penyimpangan dalam pelaksanaannya.

Pemerintah sadar bahwa pencegahan tidak cukup hanya dilakukan dari atas. Untuk menjangkau akar persoalan, perlu keterlibatan masyarakat secara aktif dan kesadaran yang dibangun dari bawah. Inilah semangat yang dibawa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui kampanye nasional Pariwara Antikorupsi 2025. Program ini merupakan kelanjutan dari kampanye tahun sebelumnya yang berhasil menggugah partisipasi publik. Dengan pendekatan lebih segar, kegiatan ini menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat melalui media massa, digital, hingga aktivasi lapangan.

Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, Amir Arief, menilai bahwa kampanye tahun ini memiliki cakupan yang lebih luas dan strategi yang semakin inovatif. KPK tidak hanya menyampaikan pesan normatif, tetapi juga berupaya menanamkan nilai antikorupsi sebagai bagian dari budaya keseharian. Fokus kampanye diarahkan kepada praktik korupsi kecil dalam layanan publik, seperti pungli dan gratifikasi, yang sering dianggap biasa namun berisiko besar dalam merusak integritas sistem.

Kampanye ini pun dirancang agar tak sekadar menjadi pesan satu arah. Melalui kerja sama dengan pemerintah daerah dan badan usaha milik daerah, kampanye digulirkan dalam bentuk aktivitas nyata di lapangan. Dengan menyentuh isu-isu yang dekat dengan masyarakat, diharapkan pesan yang dibawa tidak hanya didengar, tetapi juga diresapi dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.

Selain kampanye visual dan aktivitas di daerah, program ini juga menggelar rangkaian webinar untuk memperluas pengetahuan publik tentang strategi pencegahan korupsi. Dalam salah satu sesi, Mohammad Jhanattan dari Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK menyampaikan pentingnya kemitraan antara aparat pemerintahan daerah dan lembaga penegak hukum. Menurutnya, realitas menunjukkan bahwa risiko penyalahgunaan wewenang di tingkat daerah cukup tinggi, sebagaimana tercermin dari banyaknya kepala daerah yang pernah terjerat kasus korupsi. Karena itu, KPK secara aktif mengajak pejabat struktural daerah dan anggota DPRD untuk terlibat langsung dalam upaya pencegahan, bukan hanya melalui pengawasan internal, tetapi juga dalam membangun budaya integritas.

KPK juga memperkuat pengawasan melalui sistem digital MCSP (Monitoring Controlling Surveillance for Prevention), yang dirancang untuk mengidentifikasi potensi penyimpangan tata kelola di daerah secara lebih cepat dan efisien. Dengan sistem ini, potensi kerawanan bisa dipetakan lebih awal, sehingga intervensi pencegahan bisa dilakukan sebelum pelanggaran terjadi. Pemerintah daerah diberi dukungan penuh agar dapat membangun sistem pengawasan yang mandiri, berbasis teknologi, dan responsif terhadap laporan masyarakat.

Sebagai bagian dari jadwal nasional, Pariwara Antikorupsi 2025 digelar serentak dari 1 Juni hingga 26 September oleh pemerintah daerah dan BUMD yang menjadi peserta. Program ini akan dikurasi dan dievaluasi oleh tim juri pada Oktober, dan ditutup dengan puncak acara penghargaan pada 28 November 2025. Sampai saat ini, sebanyak 122 pemerintah daerah telah bergabung dalam gerakan ini. Pemerintah berharap, langkah-langkah kecil yang diinisiasi di daerah bisa memicu efek domino untuk menciptakan perubahan besar di tingkat nasional.

Peningkatan skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2024 menjadi indikator awal keberhasilan dari berbagai langkah yang telah dijalankan. Skor yang naik ke angka 37 dan membawa Indonesia ke peringkat 99 secara global mencerminkan adanya perbaikan dalam persepsi publik terhadap integritas sistem pemerintahan. Hal ini sekaligus menjadi penyemangat bagi seluruh elemen negara untuk terus memperkuat upaya pencegahan sebagai bagian dari reformasi nasional.

Seluruh langkah ini sejalan dengan butir ke-7 dalam program Asta Cita yang dicanangkan presiden, yang menekankan pentingnya tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya. Pemerintah percaya bahwa pembangunan yang berkelanjutan hanya mungkin dicapai jika dilandasi oleh sistem yang berintegritas. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi tidak lagi dipandang sebagai agenda sektoral, tetapi telah menjadi bagian integral dari arah pembangunan nasional.

Dengan menyatukan langkah antara pusat dan daerah, antara regulasi dan edukasi, pemerintah Indonesia meletakkan pondasi yang kuat dalam membangun masa depan tanpa korupsi. Komitmen yang menyeluruh, pengawasan yang berlapis, dan partisipasi publik yang luas akan menjadi pilar utama menuju tata kelola yang lebih bersih dan demokratis.

)* Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.