Jakarta — Pemerintah terus memperkuat komitmennya dalam mendorong industrialisasi dan peningkatan nilai tambah sumber daya alam nasional melalui kebijakan hilirisasi mineral. Salah satu langkah strategis yang kini diambil adalah optimalisasi kebijakan Harga Patokan Mineral (HPM) serta pelarangan ekspor bijih bauksit yang diterapkan secara konsisten untuk membangun industri pengolahan dalam negeri.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tri Winarno, menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan implementasi langsung dari amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba serta bagian dari Asta Cita ke-5 Presiden Prabowo Subianto yang menitikberatkan pada pentingnya hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.
“Larangan ekspor dan HPM adalah bagian dari peningkatan nilai tambah mineral. Ini amanat konstitusi, dan bukan kebijakan mendadak. Justru sejak diberlakukan, kita melihat mulai tumbuhnya investasi pada smelter-smelter baru,” ujar Tri Winarno.
Menurutnya, pemerintah tidak hanya menyusun kebijakan, tetapi juga memastikan implementasinya mendorong tumbuhnya ekosistem industri pengolahan mineral yang sehat dan berkelanjutan.
Dari sudut pandang akademik, kebijakan ini dinilai sebagai langkah fiskal strategis. Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmi Radhi, menegaskan bahwa penetapan HPM berfungsi sebagai instrumen untuk mengubah perilaku pelaku usaha agar tidak lagi bergantung pada ekspor bahan mentah.
“Selama ini ekspor bahan mentah lebih menguntungkan karena margin tinggi dan prosesnya cepat. Dengan HPM dan larangan ekspor, pemerintah menciptakan disinsentif agar pelaku usaha mau berinvestasi ke smelter,” terang Fahmi.
Fahmi menyebut, keberhasilan kebijakan ini akan menjadi tonggak penting dalam transformasi ekonomi berbasis sumber daya alam.
Sementara itu, Ketua Indonesian Mining Association (IMA), Rachmat Makkasau, menekankan pentingnya sinergi antara sektor hulu dan hilir. Ia menyebut bahwa keberhasilan hilirisasi di sektor tambang perlu diimbangi dengan penguatan industri manufaktur nasional agar produk-produk hasil smelter dapat diolah lebih lanjut di dalam negeri.
“Yang perlu kita catat bahwa Kementerian ESDM dalam hal ini melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara, dalam pandangan kami telah sukses memastikan hilirisasi di dunia tambang,” ungkap Rachmat.
Ia menambahkan, dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pengolahan mineral di dalam negeri akan sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan penciptaan lapangan kerja.
Kebijakan ini merupakan sinyal kuat bahwa Indonesia tengah bergerak dari negara eksportir bahan mentah menuju negara industri berbasis sumber daya alam berkelanjutan. Optimalisasi HPM bukan hanya strategi ekonomi, melainkan langkah berdaulat untuk memastikan kekayaan alam Indonesia memberi manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat.
[ed RW]