Oleh: Aurellia Syahputri )*
Pemerintah terus menunjukkan keseriusan dalam menangani isu ketenagakerjaan yang menjadi perhatian publik, terutama terkait ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK). Langkah strategis dilakukan secara menyeluruh guna memastikan stabilitas tenaga kerja di tengah tekanan ekonomi global.
Melalui berbagai kebijakan yang responsif dan adaptif, pemerintah berupaya menjaga momentum pertumbuhan lapangan kerja. Pendekatan tidak hanya dilakukan secara reaktif, tetapi juga dirancang secara terstruktur untuk menjawab tantangan jangka panjang.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan berbagai solusi konkret untuk mencegah gelombang PHK, dengan fokus utama pada peningkatan penyerapan tenaga kerja melalui program-program inovatif.
Salah satu program yang dijalankan secara masif adalah penyelenggaraan job fair nasional. Kegiatan ini menjadi bentuk nyata kehadiran pemerintah dalam mempertemukan pencari kerja dan penyedia lapangan kerja secara langsung.
Sebanyak 53.000 lapangan kerja ditawarkan melalui job fair ini, terutama di kawasan Jabodetabek yang menjadi pusat industri dan aktivitas ekonomi. Kehadiran peluang kerja tersebut memberi harapan baru bagi para pencari kerja dari berbagai kalangan.
Selain job fair, program apprentice nasional juga digulirkan untuk mencetak wirausahawan baru. Pelatihan ini ditujukan kepada kalangan muda agar mereka mampu mandiri secara ekonomi dan menciptakan peluang kerja di sektor informal.
Pendekatan ini dipandang sangat krusial dalam jangka panjang. Dengan memperkuat sektor informal melalui wirausaha muda, pemerintah secara langsung mendorong kemandirian ekonomi dan ketahanan sosial masyarakat.
Pemerintah juga mengandalkan berbagai program strategis seperti hilirisasi industri, makan bergizi gratis, dan swasembada pangan. Program-program ini diproyeksikan mampu menyerap ribuan tenaga kerja dari berbagai lapisan masyarakat.
Keberadaan perusahaan besar seperti BYD, Adidas, Daikin, dan Yohong yang masih aktif merekrut tenaga kerja menjadi bukti bahwa iklim usaha nasional masih kondusif. Ini memberikan sinyal positif bahwa peluang kerja tetap terbuka.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menekankan bahwa meskipun belum dapat dipastikan berapa jumlah PHK sepanjang tahun 2025, optimisme terhadap pertumbuhan lapangan kerja tetap tinggi dan menjadi fokus utama kebijakan ketenagakerjaan nasional.
Dalam menghadapi kemungkinan badai PHK, Kementerian Ketenagakerjaan mengambil peran aktif di garis depan. Kolaborasi antara job fair, pelatihan kewirausahaan, dan dukungan lintas sektor diyakini dapat meredam gejolak di dunia kerja.
Namun, keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada sinergi seluruh pihak. Dunia usaha, pekerja, dan pemerintah harus bersatu dalam menciptakan stabilitas ekonomi nasional yang berkelanjutan.
Di sisi lain, perhatian besar juga diberikan kepada sektor industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), yang selama ini menjadi sektor padat karya dan rentan terhadap fluktuasi global.
Untuk itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam membentuk ekosistem industri TPT yang sehat, kompetitif, dan berkelanjutan.
Langkah nyata dilakukan OJK dengan memperkuat pembiayaan berkelanjutan di sektor TPT. Ini bertujuan agar industri tekstil nasional mampu bertahan dari tekanan akibat gempuran produk impor dan pelemahan pasar ekspor.
Selain pembiayaan, solusi strategis juga diarahkan pada pengurangan biaya logistik. Hal ini bertujuan agar produk tekstil nasional memiliki daya saing yang tinggi di pasar global, setara dengan negara eksportir besar lainnya.
Upaya yang dilakukan oleh OJK dalam memperkuat sektor tekstil sejalan dengan strategi pemerintah dalam mencegah PHK massal, terutama di industri padat karya. Dengan menyediakan pembiayaan berkelanjutan dan mendorong efisiensi logistik, pemerintah memastikan bahwa industri tetap beroperasi optimal dan tidak perlu mengurangi jumlah tenaga kerja.
Diversifikasi pasar ekspor menjadi perhatian penting pemerintah bersama pelaku industri untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tunggal seperti Amerika Serikat dan Tiongkok. Upaya ini dilakukan dengan memperluas jaringan pasar ke kawasan Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika, sebagai langkah adaptif menghadapi tantangan deglobalisasi yang mengaburkan prinsip keadilan perdagangan internasional.
Melalui pendekatan Indonesia Incorporated, sinergi antara pemerintah, industri, perbankan, dan BUMN diperkuat untuk menciptakan ekosistem industri yang tangguh dan kompetitif. Langkah ini tidak hanya memperkuat daya tahan sektor tekstil, tetapi juga membuka peluang kerja baru secara inklusif, sehingga berkontribusi signifikan dalam pencegahan PHK massal di sektor padat karya.
Langkah-langkah strategis yang telah dan sedang dijalankan oleh pemerintah, didukung oleh lembaga seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menunjukkan komitmen kuat dalam menciptakan iklim kerja yang kondusif dan berkelanjutan. Pembiayaan berkelanjutan serta inovasi di sektor padat karya menjadi prioritas utama untuk menjaga kelangsungan industri sekaligus mengurangi risiko terjadinya PHK massal.
Keberhasilan upaya ini sangat bergantung pada kolaborasi lintas sektor yang efektif dan berkelanjutan. Dengan dukungan bersama, Indonesia mampu membangun ketahanan ekonomi yang inklusif serta membuka lebih banyak peluang kerja, sehingga pertumbuhan tenaga kerja dapat berjalan seimbang dengan dinamika ekonomi global yang terus berubah.
Pemerintah juga terus mendorong pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan dan peningkatan keterampilan, agar tenaga kerja Indonesia siap menghadapi tantangan era industri modern.
Dengan komitmen yang kuat dan kolaborasi lintas sektor yang erat, langkah pemerintah dalam mencegah PHK diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai negara dengan pasar tenaga kerja yang dinamis dan adaptif.
)* Penulis adalah mahasiswa Malang tinggal di Jakarta