Oleh: Fransiskus Wambrauw )*
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi bukti bahwa negara hadir hingga ke pelosok negeri untuk memastikan hak dasar setiap warga bisa terpenuhi, terutama anak-anak. Di Papua dan Papua Barat, program ini telah menjelma menjadi lebih dari sekadar kebijakan bantuan pangan. Ia menjadi simbol harapan baru, alat pemberdayaan ekonomi lokal, dan strategi jangka panjang pembangunan manusia.
MBG secara strategis menyasar kelompok rentan seperti anak PAUD hingga SMA, balita, ibu hamil, dan lingkungan pesantren. Dengan menghadirkan makanan bergizi setiap hari, program ini berperan langsung dalam upaya menurunkan angka stunting, meningkatkan kualitas pendidikan, serta membangun kebiasaan sehat sejak dini. Di Papua, di mana tantangan geografis dan sosial cukup kompleks, kehadiran MBG menjadi terobosan yang sangat relevan.
Anggota Komisi IX DPR RI, Obet Ayok Rumbruren, menyebut bahwa program ini sangat krusial karena masyarakat tidak perlu repot menyiapkan makanan sendiri. Makanan bergizi yang siap santap diantar langsung ke sekolah-sekolah atau titik distribusi terdekat. Ia juga menekankan bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung pada peran aktif masyarakat dalam pengelolaan Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Ia menegaskan bahwa anggaran program akan tetap berada di masyarakat selama lima tahun, sehingga manfaat ekonomi tidak bocor ke luar daerah.
Dua dapur sehat yang telah beroperasi di Manokwari Selatan, yakni di Distrik Ransiki dan Oransbari, setiap hari melayani sekitar 7.000 penerima manfaat. Dapur ini tidak hanya mengolah makanan bergizi, tetapi juga merekrut tenaga kerja lokal dan menggunakan bahan baku dari petani, nelayan, serta pelaku UMKM setempat. Dengan demikian, MBG turut menciptakan ekonomi sirkular yang mendukung penguatan ketahanan pangan berbasis lokal.
Kepala Distrik Ransiki, Hendrik, menyampaikan bahwa pelaksanaan MBG telah sangat membantu masyarakat, terutama anak-anak sekolah. Ia berharap jumlah dapur sehat ditingkatkan agar setiap distrik memiliki akses lebih mudah dan cepat. Menurutnya, pemerataan dapur sehat ke seluruh kampung menjadi langkah penting agar bantuan gizi dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.
Program MBG juga membuka ruang bagi tumbuhnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, terutama di Papua. Obet Rumbruren menilai keterlibatan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Manokwari dalam pelaksanaan MBG sangat penting, baik dari sisi pengawasan kualitas makanan maupun untuk memperkuat legitimasi program di mata masyarakat. Karena BPOM Manokwari saat ini dipimpin oleh anak asli Papua, masyarakat akan lebih percaya bahwa program ini dijalankan secara serius dan transparan. Ia menekankan pentingnya kerja sama yang erat antara BPOM dan Badan Gizi Nasional (BGN) agar tidak terjadi tumpang tindih tanggung jawab jika muncul keluhan masyarakat. BPOM sebagai mitra strategis di bidang keamanan pangan akan semakin memperkuat implementasi program secara komprehensif dan terpercaya.
Staf Koordinator Promosi dan Edukasi Gizi dari Badan Gizi Nasional, Mohamad Fadil Alchoiri, menjelaskan bahwa target besar dari program ini adalah menurunkan angka stunting nasional hingga di bawah 15 persen. Ia menyebut strategi utama PGN adalah memperkuat sumber daya pangan, mengoptimalkan peran koperasi dalam distribusi bahan gizi, meningkatkan kapasitas SDM daerah, serta mendorong pemerataan ekonomi.
Pemerintah Kabupaten Jayapura pun Bupati Jayapura, Yunus Wonda, mengatakan bahwa pihaknya bergerak cepat merespons peluang yang dibawa MBG dengan menyiapkan fondasi ketahanan pangan lokal. Seperti peningkatan produksi pangan lokal, seperti sayur-mayur, umbi-umbian, dan bahan pangan hewani menjadi prioritas utama pemerintah daerah demi keberlanjutan MBG. Program ini bukan hanya soal memberi makan anak-anak, tetapi juga membangun kedaulatan pangan dari kampung. Karena itu, pemerintah mendorong setiap distrik dan kampung menanam komoditas yang dapat langsung diserap oleh Dapur SPPG.
Langkah konkret yang diambil meliputi penyediaan bibit, pelatihan, dan pendampingan petani oleh penyuluh di kampung-kampung. Yunus menekankan bahwa jika bahan pangan ditanam, diolah, dan dikonsumsi di kampung, maka uang akan terus berputar di masyarakat. Ia melihat strategi ini sebagai kunci agar MBG tidak hanya menjadi program pemenuhan gizi, tetapi juga motor penggerak ekonomi lokal. Pendekatan ini juga bertujuan untuk mengedukasi siswa tentang pentingnya gizi dan pangan lokal, serta menghidupkan kembali lahan-lahan tidur yang selama ini terbengkalai.
Yunus optimistis bahwa melalui kerja sama lintas sektor dan partisipasi aktif masyarakat, Kabupaten Jayapura dapat menjadi contoh sukses pelaksanaan MBG berbasis potensi lokal yang berkelanjutan. Ia menambahkan bahwa yang dibangun melalui program ini adalah masa depan bangsa. Anak-anak harus tumbuh sehat dan kuat, petani juga harus tumbuh sejahtera. Keduanya saling terhubung dan saling menguatkan.
Program MBG adalah bukti bahwa sebuah kebijakan dapat menyentuh banyak aspek sekaligus kesehatan, pendidikan, ekonomi, hingga kedaulatan pangan. Lebih dari sekadar bantuan makan, MBG adalah upaya merawat masa depan Indonesia dari tanah Papua. Ketika anak-anak Papua bisa tumbuh sehat, belajar dengan semangat, dan terhubung dengan tanah mereka sendiri melalui pangan lokal, maka sejatinya Indonesia sedang membangun masa depan yang lebih adil, sejahtera, dan berdaulat.
)* Mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat UGM asal Manokwari