*) Oleh: Hamzah Kurniawan
Perang melawan judi daring di Indonesia terus menunjukkan progres yang signifikan. Pemerintah, melalui kerja sama dengan sejumlah pihak terkait kini berhasil menurunkan angka transaksi judi daring melalui langkah strategis, yaitu pemblokiran rekening tidak aktif atau dormant. Strategi ini bukan hanya menyasar transaksi mencurigakan secara langsung, tetapi juga memutus jalur keuangan yang kerap digunakan para pelaku untuk menyamarkan dana haram.
Menurut laporan OJK, setidaknya 25.912 rekening telah diminta untuk diblokir karena terindikasi digunakan dalam aktivitas judi daring. Data ini menunjukkan keseriusan lembaga keuangan dalam merespons ancaman kejahatan digital yang semakin canggih. Langkah pemblokiran dilakukan berdasarkan data yang disampaikan oleh Komdigi, dan ditindaklanjuti secara profesional dengan menerapkan Enhanced Due Diligence (EDD), atau uji tuntas lanjutan, untuk memastikan bahwa transaksi mencurigakan dapat ditelusuri secara lebih ketat dan sistematis.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa pendekatan ini merupakan bagian dari strategi penindakan terhadap transaksi keuangan ilegal, termasuk aktivitas judi daring yang tengah merebak. Selain pemblokiran, OJK juga menginstruksikan agar seluruh lembaga perbankan meningkatkan kewaspadaan terhadap rekening dormant. Pasalnya, rekening tidak aktif yang luput dari pengawasan berpotensi besar digunakan dalam skema pencucian uang atau tindak kejahatan finansial lainnya, seperti jual beli rekening yang marak terjadi di pasar gelap digital.
Langkah pemblokiran yang dilakukan OJK menunjukkan efektivitas kebijakan yang berbasis pada analisis data dan pengawasan digital. Dalam waktu kurang dari satu bulan, jumlah rekening yang diblokir bertambah hampir 9.000. Ini mencerminkan respons cepat dan terkoordinasi antar lembaga dalam menanggulangi penyalahgunaan sistem keuangan nasional oleh sindikat kejahatan siber. Penyalahgunaan rekening dormant selama ini memang menjadi celah besar dalam sistem yang kerap dimanfaatkan untuk mengaburkan jejak dana hasil judi daring.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa kebijakan pemblokiran rekening dormant telah memberikan dampak nyata terhadap penurunan transaksi judi daring. Berdasarkan analisis lembaganya, sebagian besar pelaku menggunakan rekening tidak aktif untuk menyamarkan aliran dana ilegal. Rekening dormant dianggap sebagai titik lemah sistem perbankan karena sering kali tidak disertai pembaruan data nasabah, sehingga rentan disusupi oleh pihak tak bertanggung jawab, termasuk pelaku judi daring dan kejahatan terorganisir.
Ivan juga menjelaskan bahwa dari sekitar satu juta rekening yang diduga terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU), terdapat 150 ribu rekening yang masuk kategori dormant. Ini bukan jumlah yang kecil, dan menunjukkan bahwa pengawasan terhadap rekening pasif harus diperketat sebagai bentuk pencegahan dini terhadap kejahatan digital. Keberhasilan PPATK dalam mengidentifikasi dan memblokir rekening ini turut mengganggu jaringan judi daring yang selama ini bergantung pada sistem transaksi tak terdeteksi.
Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M. Natsir Kongah, menambahkan bahwa sebagian besar rekening dormant tersebut tidak memiliki data nasabah yang valid dan tidak pernah diperbarui. Artinya, rekening tersebut berpotensi merupakan hasil dari aktivitas ilegal seperti jual beli data perbankan, peretasan sistem, atau pengambilalihan akun secara melawan hukum. Setelah digunakan untuk menampung dana hasil tindak pidana, rekening tersebut dibiarkan tidak aktif agar tidak menarik perhatian sistem pengawasan. Inilah yang menjadi sasaran utama pemblokiran oleh PPATK.
Langkah penghentian transaksi terhadap rekening dormant tidak semata-mata untuk memblokir aliran dana ilegal, tetapi juga mendorong perbankan dan nasabah untuk melakukan verifikasi ulang terhadap kepemilikan akun. PPATK meminta agar bank tidak sekadar menonaktifkan, tetapi juga melakukan pemeriksaan data secara menyeluruh sebelum memutuskan untuk mengaktifkan kembali sebuah rekening. Dengan begitu, hanya rekening yang sah dan terverifikasi yang dapat digunakan kembali untuk transaksi keuangan.
Koordinasi antarlembaga dalam kebijakan ini menunjukkan arah baru dalam pendekatan penegakan hukum berbasis digital. Pemerintah tidak lagi hanya berfokus pada pelaku langsung, tetapi juga memutus infrastruktur pendukung kejahatan seperti jaringan rekening gelap. Ini menjadi pesan tegas bagi para pelaku judi daring bahwa ruang gerak mereka semakin sempit. Tidak hanya di permukaan, tetapi hingga ke dalam sistem keuangan yang selama ini dianggap aman oleh sindikat.
Keberhasilan ini sekaligus menunjukkan bahwa penguatan regulasi dan teknologi bisa menjadi kunci utama dalam pemberantasan kejahatan digital. Pemanfaatan big data, sistem analisis transaksi, dan interkoneksi antar lembaga telah membawa perubahan signifikan dalam pola penindakan kejahatan. Pemerintah, dalam hal ini, berhasil menunjukkan bahwa dengan niat dan strategi yang terukur, kejahatan daring bukanlah sesuatu yang tak bisa dilawan.
Selain itu, langkah ini juga memberikan efek domino positif bagi sektor keuangan secara keseluruhan. Dengan menutup celah penyalahgunaan rekening dormant, sistem perbankan Indonesia menjadi lebih bersih, transparan, dan aman dari infiltrasi dana ilegal. Kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan pun meningkat, yang secara tidak langsung akan memperkuat stabilitas ekonomi nasional dalam jangka panjang.
Namun demikian, keberhasilan ini tentu harus terus dijaga dan ditingkatkan. Pengawasan terhadap transaksi mencurigakan harus dilakukan secara berkelanjutan, dan sistem perbankan perlu mengembangkan algoritma deteksi dini yang lebih presisi. Peran serta masyarakat juga tidak kalah penting, terutama dalam menjaga keamanan data pribadi serta menghindari praktik jual beli rekening yang belakangan marak terjadi secara daring.
*) Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Publik dari Nusantara Damai Institute.