Oleh : Darius Daryono )*
Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada di Provinsi Papua dan Kabupaten Boven Digoel tahun 2025 menjadi bukti bahwa demokrasi di tanah Papua mampu berjalan dengan aman, tertib, dan penuh kedewasaan politik. Meski sempat diwarnai dinamika dan perbedaan pendapat, secara umum situasi wilayah tetap kondusif. Seluruh pihak, mulai dari penyelenggara pemilu, aparat keamanan, tokoh masyarakat, hingga warga, telah menunjukkan komitmen untuk menjaga persatuan pasca-PSU.
Penjabat Gubernur Papua, Agus Fatoni, mengungkapkan apresiasinya terhadap kelancaran PSU yang dinilai sebagai salah satu yang paling damai dalam sejarah Pilkada di Papua. Pihaknya mengatakan hal ini harus terus dijaga agar bisa beraktivitas, bekerja, dan beribadah dengan baik. Fatoni menegaskan, keberhasilan ini merupakan hasil kerja sama semua elemen yang menjaga stabilitas dan keamanan selama proses berlangsung. Ia pun mengajak seluruh masyarakat agar menerima hasil pemungutan suara dengan lapang dada. Siapa yang terpilih, itu ketentuan Tuhan dan harus menerima.
KPU juga mengambil peran penting dalam memastikan seluruh proses berjalan sesuai aturan. Anggota KPU, Iffa Rosita Teknis Eberta Kawima, yang memimpin supervisi PSU di Boven Digoel, menekankan pentingnya memahami syarat sah penggunaan hak pilih. Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait siapa yang berhak memilih dalam PSU harus dihormati, karena bersifat mengikat dan menjadi dasar hukum. Siapa pun yang terpilih nantinya adalah hasil dari pilihan sah warga. Iffa mengapresiasi masyarakat yang tetap mematuhi aturan meskipun sempat terjadi protes di beberapa TPS. Menurutnya, koordinasi cepat antara KPU kabupaten, distrik, dan TPS berhasil meredam potensi konflik.
Tidak dapat dipungkiri, dinamika lapangan sempat terjadi, seperti aksi spontan relawan di Jayapura Selatan yang menuntut pleno tingkat distrik berjalan jujur dan tanpa intervensi. Ada pula insiden keributan antarpendukung di Distrik Biak Kota yang dipicu kesalahpahaman teknis. Namun, seluruh perbedaan itu tidak berkembang menjadi konflik berkepanjangan, justru berakhir dengan penyelesaian damai. Situasi ini menunjukkan bahwa kesadaran demokrasi di Papua semakin matang, di mana kritik dan protes dapat disampaikan tanpa mengorbankan keamanan bersama.
Hasil PSU Pilkada Provinsi Papua yang dirilis menunjukkan persaingan ketat antara dua pasangan calon. Paslon 01, Benhur Tomi Mano – Constant Karma (BTM-CK) memperoleh 249.668 suara atau 49,71 persen, sementara Paslon 02, Matius D. Fakhiri – Aryoko Rumaropen (MARI-YO) mengumpulkan 252.598 suara atau 50,29 persen. Di Boven Digoel, PSU diikuti empat pasangan calon dengan pengawasan ketat di 221 TPS, yang tersebar di 112 kampung di 20 distrik.
Kedua pasangan calon yang bertarung di tingkat provinsi sama-sama memberikan pesan persatuan. Juru Bicara Paslon BTM-CK, Marshel Morin, menyampaikan terima kasih kepada masyarakat dan penyelenggara pemilu. Ia juga menyampaikan ras syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena PSU Pilkada Papua dapat berlangsung aman dan damai di sembilan kabupaten/kota. Meski mengingatkan agar rekapitulasi suara diawasi dengan ketat demi transparansi, Marshel menegaskan komitmen pihaknya untuk menjaga proses tetap damai.
Sementara itu, Cagub Matius D. Fakhiri menyatakan bahwa hasil PSU adalah mandat rakyat yang harus dijaga untuk membangun Papua ke depan. Kemenangan ini bukan untuk mengalahkan pihak manapun, melainkan untuk merangkul seluruh masyarakat Papua. Ia juga menegaskan apresiasi kepada semua pihak, termasuk penyelenggara, aparat keamanan, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, perempuan, dan kaum intelektual yang telah berkontribusi menjaga suasana damai.
Pengamat politik dan tokoh masyarakat Papua, Dr. Yulianus Wenda, menilai pelaksanaan PSU kali ini menjadi pembelajaran penting bagi demokrasi lokal. Menurutnya, perbedaan pilihan politik di Papua kini mulai disikapi dengan kedewasaan. Meskipun ada aksi dan keributan kecil, tidak ada yang berujung pada kekerasan luas. Ini artinya masyarakat Papua sudah semakin siap menjalani proses demokrasi dengan kepala dingin. Yulianus menambahkan, hasil PSU yang ketat justru menjadi pemicu agar pemimpin terpilih bekerja lebih inklusif, karena rakyat yang mendukung maupun yang tidak, sama-sama memiliki hak untuk merasakan manfaat pembangunan.
Pasca-PSU, tantangan terbesar adalah menjaga agar semangat persatuan yang telah terbentuk tidak tergerus oleh provokasi. Penjabat Gubernur Agus Fatoni mengingatkan agar semua pihak menghindari narasi yang memecah belah. Masyarakat Papua telah menunjukkan teladan dalam berdemokrasi. Jangan biarkan provokasi dari luar merusak persatuan yang sudah terbangun.
KPU dan Bawaslu juga memastikan bahwa setiap pihak yang merasa dirugikan dapat menempuh jalur penyelesaian sengketa sesuai aturan hukum. Langkah ini penting agar kepercayaan publik terhadap proses demokrasi tetap terjaga. Bagi Papua, keberhasilan PSU yang aman dan kondusif menjadi modal sosial yang sangat berharga untuk memperkuat keutuhan bangsa.
Pilkada sejatinya bukan sekadar soal siapa yang menang atau kalah, tetapi tentang bagaimana proses politik mampu mempererat persaudaraan warga. Di Papua, pelaksanaan PSU tahun ini membuktikan bahwa perbedaan pilihan politik bisa diiringi rasa saling menghormati. Proses demokrasi berjalan beriringan dengan budaya lokal yang menjunjung musyawarah dan kebersamaan.
Ke depan, semua elemen masyarakat Papua diharapkan terus menjaga iklim demokrasi yang sehat. Pemimpin terpilih di tingkat provinsi maupun kabupaten diharapkan dapat merangkul semua pihak dan fokus membangun Papua yang damai, adil, dan sejahtera. Dengan demikian, momentum PSU 2025 bukan hanya menjadi catatan sejarah politik, tetapi juga tonggak penting yang meneguhkan Papua sebagai bagian integral dari Indonesia yang demokratis dan berkeadaban.
)* Penulis adalah Pengamat Politik